KPU Harus Cermat saat Merekap C1 di Situs Tabulasi Pilpres
jpnn.com - JAKARTA - Semakin banyak kejanggalan ditemukan dalam situs khusus yang disediakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tabulasi formulir C1 hasil pemilu presiden (pilpres). Karenanya, KPU dituntut bertindak cermat dalam proses rekapitulasi suara hasil pilpres yang memanfaatkan fasilitas teknologi informasi (TI).
Hal itu disampaikan pengamat politik dari Lingkar Madani (Lima) Indonesia, Ray Rangkuti, menanggapi banyaknya kejanggalan yang diduga hasil kecurangan dalam proses rekapitulasi suara Pilpres 2014. Misalnya temuan formulir C1 dari tempat pemungutan suara (TPS) di Tangerang, Banten yang melejitkan perolehan suara Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, atau dari berbagai TPS di sejumlah wilayah di Madura, Jawa Timur yang menihilkan suara Joko Widodo-Jusuf Kalla. Suara Joko Widodo-Jusuf Kalla yang nihil itu juga tidak disertai tanda tangan saksi.
Ray menyatakan, publik memang menemukan banyak formulir C1 yang aneh dalam situs resmi tabulasi hasil pilpres. "Ini warning bagi KPU agar tak asal-asalan merekap. Dia harus melihat dasar perhitungannya yakni dokumen pemilihan sebenarnya di bawah,” kata Ray di Jakarta, Senin (14/7).
Menurutnya, selama ini KPU sering menggampangkan persoalan ketika tida ada protes meski sebenarnya menemukan kejanggalan. “Kalau tak ada yang protes, walau angkanya ganjil, biasanya mereka lewati karena ingin cepat saja," lanjutnya.
Soal formulir C1 yang diunggah tanpa tanda tangan saksi, Ray mengatakan bahwa harusnya ada alasan yang menyertainya. Dalam temuan belasan formulir C1 dari TPS di Sampang, Madura memang pola keanehannya serupa. Yakni menihilkan suara Jokowi-JK dan tanpa tanda tangan saksi.
Ray mengatakan, seharusnya pihak pengawas mempertanyakan kejanggalan itu. “Masalahnya memang sejauh mana naluri yang dimiliki pengawasan di Sampang maupun Jatim. Itu yang perlu dipertanyakan," kata Ray.
Karenanya Ray mentarankan Bawaslu turun tangan untuk menyelidiki data C1 yang sudah diunggah ke situs tabulasi resmi itu. “Kalau ditemukan ada indikasi pidana, bisa dilaporkan ke aparat hukum. Concern utamanya adalah menyelamatkan suara rakyat dulu," cetusnya.(ara/jpnn)