Anggaran Riset Anjlok, Legislator PKS: Mundur Jauh!
jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mengkritik anjloknya anggaran riset nasional sejak dilakukannya peleburan kelembagaan Iptek ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Menurutnya, secara nasional terjadi kontraksi anggaran Iptek. Mulyanto memparkan pada 2017 tersedia anggaran riset sebesar Rp 24,9 triliun atau 0,2 persen terhadap PDB, kini anjlok menjadi Rp 6,5 triliun atau 0,03 persen terhadap PDB pada 2023.
"Ini kan set back, mundur jauh ke belakang," kata Mulyanto dalam keterangannya di Jakarta, Senin (13/2).
Mulyanto menyebut anggaran Iptek Indonesia sangat minim dibandingkan anggaran riset di negara jiran. Anggaran riset di Malaysia dan Singapura sebesar 1.26 persen dan 2.19 persen terhadap PDB. Angka ini jauh di atas anggaran riset Indonesia.
“Bahkan untuk anggaran riset nasional sendiri, merosot dari Rp 3,1 triliun atau 0,016 persen terhadap PDB pada 2022, menjadi hanya sebesar Rp 2,2 triliun atau 0,010 persen terhadap PDB di 2023," tambah Mulyanto.
Mulyanto menyayangkan kondisi yang dinilai sangat paradoks. Di satu sisi peleburan kelembagaan Iptek menyebabkan BRIN menjadi lembaga superbody dan sentral, baik dari aspek SDM, anggaran riset, infrastruktur riset, maupun manajemen riset, namun pada saat yang sama, malah terjadi penciutan anggaran riset di BRIN.
"Inilah akibat sekaligus masalah mendasar dari peleburan kelembagaan riset yang sarat politisasi, tanpa didukung perhatian, kepemimpinan dan anggaran yang cukup dari pemerintah. Akibatnya, yang kita dengar adalah kisah pilu dan memprihatinkan seperti: penutupan berbagai pusat riset; penghentian berbagai program strategis; kekurangan dana riset; rebutan kursi staf; rebutan alat lab; pemberhentian para honorer ahli," beber Mulyanti.
Dia pun menyayangkan tak ada berita unjuk kinerja atau tampilnya prestasi para ilmuwan Indonesia di pentas internasional atau munculnya produk inovasi anak bangsa yang membanggakan.