Kronologis Pembunuhan Bos Sawit dan Saksi Mata, Super Sadis!
Pas di tengah jalan, korban dan tersangka bertemu. Di dalam mobil ada Himawan dan Sumiati. AAR menghentikan laju motor. Sersangka naik di belakang bak mobil. Mereka meluncur ke jalan blok C-O di tengah- tengah kebun sawit milik Akong. Ternyata jalan buntu.
Iwan turun dan berdiri di dekat pohon sawit. Sedangkan tersangka diminta untuk memutar balik arah mobil ke arah jalan keluar. Selesai memutar, korban dan tersangka menuju arah belakang mobil.
Pada saat keduanya berdekatan, tersangka langsung mencabut pisau di pinggang dan menusukkan sajam itu ke bagian perut korban berulang kali. Hingga tersungkur dan bersimbah darah.
Sumiati langsung berteriak, lalu lari. Melihat Sumiati lari dan menyaksikan pembunuhan itu, tersangka mengejar dan berhasil menangkap Sumiati. Korban sempat melawan dan menjambak rambut AAR. Namun tersangka menusuk korban sebanyak enam kali. Ternyata tusukan itu tidak membuat korban tewas dan masih berusaha kabur.
Tak ingin ada saksi mata, tutur Ignatius, akhirnya leher Sumiati digorok oleh tersangka dan terjatuh ke dalam parit. Melihat masih bergerak, AAR semakin beringas dan memastikan kematian korban dengan menginjak tubuh dan dada Sumiati hingga tewas.
”Nah setelah Sumiati tewas, tersangka lalu kembali ke korban Iwan dan mengambil uang maupun harta benda korban. Jadi ini tersangka sadis sudah menghilangkan nyawa dua orang sekaligus juga mencuri harta benda korban. Pengakuan uang itu Rp 4,5 juta berada di saku baju dan dompet,” ujar Ignatius.
Usai mengambil uang, tersangka mengangkat tubuh korban ke dalam mobil. Lalu mengambil jeriken berisi bensin dari bagian belakang bak mobil. Dia menyiramkan BBM itu ke tubuh korban dan mobil, lalu membakarnya.
“Usai beraksi itu korban langsung kabur ke Kalsel (Kalimantan Selatan) dan sempat bekerja. Tim mendapatkan informasi, dan bersama personel Polda Kalsel akhirnya membekuk tersangka dan kini sudah ditahan. Jadi berdasarkan kronologis itu aksi dilakukan dilakukan sendiri dan itu dilakukan karena sakit hati sebab sering dihina,” pungkas Ignatius.