Kuasa Hukum Guru Honorer jadi Pembicara Diskusi di Kantor Seknas Prabowo - Sandi
jpnn.com, JAKARTA - Andi Asrun, kuasa hukum guru honorer, membandingkan perlakuan pemerintah saat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berkuasa dengan era pemerintahan Joko Widodo saat ini.
Menurut Andi, di era ketua umum DPP Partai Demokrat berkuasa, tercatat hampir 2/3 guru honorer diangkat sebagai PNS dengan seleksi administratif.
"Itu dilakukan karena para guru itu harusnya memang sudah diangkat sebagai PNS. Mereka sudah bekerja sekian lama dan teruji kemampuannya," ujar Andi pada diskusi publik Topic of the Week bertajuk 'Hukum Era Jokowi, Mundur dan Zalim?' di Kantor Seknas Prabowo - Sandi di Jakarta, Rabu (6/2).
Menurut Andi, para guru honorer terbukti mampu mengajar, terlatih dan menguasai kelas. Berbeda dengan calon guru yang belum terbukti mampu membimbing siswa.
"Perlu diketahui, jumlah guru (honorer) itu jutaan di seluruh Indonesia. Mulai tingkat TK sampai SMA baik negeri atau swasta. Ini problem besar, seolah-olah dilupakan oleh rezim ini," ucapnya.
Andi kemudian mempertanyakan aturan yang membatasi usia para guru honorer K2 mengikuti seleksi CPNS. Menurutnya, hal tersebut merupakan sebuah kesalahan besar.
"Ini kami uji dan gugat ke Mahkamah Agung. Luar biasa sekali, perkara diajukan 14 November diputus 16 Desember lalu. MA menyatakan pembatasan itu bertentangan dengan peraturan di atasnya. Menciptakan norma baru, dan tidak benar. Jadi orang yang mau ikut seleksi sudah dibatasi," katanya.
Andi juga menyoroti besaran honor yang diterima guru honorer selama ini. Menurutnya, sebuah kesalahan besar ketika presiden baru mengetahui guru honorer banyak yang menerima gaji hanya berkisar Rp 75 ribu – Rp 300 ribu.