La Nyalla Sebut Perubahan PSSI dan Sepak Bola Nasional Ada di Tangan Voters
jpnn.com, JAKARTA - Komite Pemilihan (KP) PSSI telah selesai memverifikasi sejumlah nama yang mendaftar sebagai calon ketua umum, wakil ketua umum, dan anggota exco PSSI periode 2019-2023.
Proses selanjutnya akan terus berjalan sampai tiba waktunya kongres digelar, sebagai penentu masa depan PSSI hingga 5 tahun mendatang. Kongres PSSI rencananya akan digelar 2 November mendatang di Jakarta.
Salah satu calon ketua umum PSSI La Nyalla Mattalitti mengatakan, sejatinya perubahan PSSI dan sepak bola nasional ada di tangan voters.
Dengan hak suaranya di kongres, merekalah yang akan menjadi penentu hitam putihnya sepak bola negeri ini. Sebab, voters-lah yang memilih 15 pejabat elit PSSI untuk periode 2019-2023. Yaitu ketua umum, 2 wakil ketua umum, dan 12 exco.
"Kedaulatan sepak bola sesungguhnya memang dimiliki voters. Walaupun kenyataan lebih sering memperlihatkan sebaliknya. Dengan kata lain, kebanyakan voters kurang berdaulat dengan suaranya. Ini momentum untuk menunjukan bahwa Voters PSSI kini lebih berdaulat," ujar La Nyalla, Selasa (15/10).
Tidak bisa dipungkiri, banyak voters yang lebih sering dan senang ditarik ke sana-sini oleh calon pemimpin maupun incumbent PSSI. Dirayu, diiming-imingi, dimanfaatkan, dan pada akhirnya voters itu sendiri menikmati dan memanfaatkan posisinya saat diboyong kesana-kemari.
Namun demikian, diakui La Nyalla, masih ada voters yang teguh berdaulat dengan suaranya. Tapi jumlahnya tidak banyak. Kebanyakan memilih pragmatis. Larut dengan cara-cara yang sudah dianggap kebiasaan alias transaksional. Bahasa pasarnya; 'wani piro?'. Sebuah pola pikir dan kebiasaan yang menurutnya akan membuat sepak bola bakal jauh dari perubahan.
"Kebiasaan transaksional secara otomatis akan menggiring pilihan voters bukan berdasarkan logika dan nurani sepak bola untuk perubahan, tapi cenderung menjadi pilihan praktis dan hanya demi keuntungan sesaat atau keuntungan kelompok. Jika menyangkut besaran nominal uang, anggap saja motif hadir ke kongres hanya semacam mencari gaji ke-13, ke-14, dan seterusnya," terang pria yang juga Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia tersebut.