Lanjar Nafi: LPKR Cukup Layak Masuk ke LQ45
jpnn.com, JAKARTA - Bursa Efek Indonesia (BEI) secara rutin akan meninjau beberapa indeks sahamnya pada bulan ini, menyesuaikan untuk masing-masing konstituen dan bobot. Evaluasi juga dilakukan di jajaran saham Indeks LQ45. Ada yang terdepak, ada yang bertahan.
Trimegah Sekuritas dalam riset terbaru menyebut, saham PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) layak masuk ke dalam jajaran indeks LQ45. Selain LPKR ada juga TOWR, TBIG, MDKA, ACES, LPKR, TCPI.
Masuknya sejumlah saham ke jajaran LQ45 dihitung BEI merujuk pada nilai perdagangan harian rata-rata 1 tahun dan kapitalisasi pasar. Biasanya, penghapusan dari daftar LQ45 karena likuiditas perdagangan yang semakin menipis (mis. BSDE, JSMR) atau kinerjanya kurang baik (mis. ERAA, SRIL).
Kepala Riset Reliance Sekuritas Indonesia Lanjar Nafi mengatakan, saham LQ45 memang masuk saham pilihan investor. Indeks LQ45 akan menghitung indeks rata-rata dari 45 saham yang memenuhi kapitalisasi pasar terbesar dan nilai likuiditasnya yang tinggi.
Lanjar menjelaskan, saham Lippo Karawaci (LPKR) memang layak masuk ke LQ45 karena dari sisi fundamental dan aset perusahaan sangat kuat, dibanding dengan saham-saham properti lain. Kinerja bisnis juga solid.
“Secara fundamental LPKR memang menarik, cukup layak masuk ke LQ45. Harga saat ini berada di P/Sales ratio 0.61x dan memiliki free float 52.95%. Sehingga cukup murah dan likuid,” ujar Lancar dalam keterangannya, Kamis (22/1).
Menurut data BEI, Lippo Karawaci merupakan salah satu perusahaan properti terbesar yang sahamnya tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan total aset US$ 4 miliar per September 2019 dan kapitalisasi pasar US$ 1,2 miliar per 31 Oktober 2019. Selain mengembangkan enam proyek properti yang sedang berjalan, perseroan mengelola 51 mal dengan gross floor area 3,4 juta m2, serta jaringan 36 RS yang difasilitasi 3.666 unit tempat tidur.
Lippo Karawaci memiliki cadangan lahan (landbank) yang terdiversifikasi dengan izin pengembangan lebih dari 8.000 ha. Lahan seluas 1.461 ha yang tersebar di Indonesia menyediakan keperluan pengembangan di kemudian hari untuk jangka waktu lebih dari 15 tahun.