Laporkan Hakim Parlas Nababan, 'Monyet' Masuk Gedung KY
jpnn.com - JAKARTA - Keputusan majelis hakim pengadilan negeri Palembang yang diketuai Parlas Nababan, yang menolak gugatan pemerintah terhadap PT. Bumi Mekar Hijau, dinilai janggal oleh Koalisi Anti Mafia Hutan (KAMH).
Oleh karenanya, KAMH berinisiatif menghadirkan sosok 'Singa, Monyet, dan Pohon' ke Komisi Yudisial (KY) untuk meluapkan kekecewaannya terhadap putusan hakim PN Palembang itu.
Perwakilan KAMH, Sahrul menilai Hakim Parlas memiliki pandangan sempit tentang duduk permasalahan yang dituntut oleh pemerintah. Sahrul menyebut, jika keputusan sang hakim merupakan pelanggaran kode etik majelis hakim.
"Hakim Parlas mengatakan kebakaran berasal dari lahan masyarakat tidak ada pembuktian. Dia Tidak mempertimbangkan penggugat, padahal sudah memaparkan bahkan merinci secara mendalam. Hakim tidak profesional dalam mengambil keputusan," kata Sahrul di Gedung Komisi Yudisial, Jakarta, Jumat, (8/1).
Sahrul melanjutkan, Hakim tidak melihat secara luas persoalan kebakaran yang terjadi di Palembang. Hakim Parlas, kata dia, menolak gugatan pemerintah tanpa memandang kerugian lingkungan yang ditimbulkan dari kebakaran tersebut.
Terdapat dua pokok permasalahan yang diajukan KAMH kepada Komisi Yudisial, yakni:
1. Dalam memutus perkara majelis hakim luput memperhatikan UU lain terkait sektor kehutanan sehingga putusan yang dihasilkan cenderung menolak. Dalam kasus ini juga terlihat pelanggaran dimana pertanggungjawaban PT Bumi Mekar Hijau ditiadakan padahal jika terjadi kebakaran PT yang bertanggung jawab penuh.
2. Kerugian sebagaimana yang dipahami majelis hakim hanya dalam ruang sempit sebatas kerugian korporasi, tidak memperhatikan kerugian lain seperti kerugian masyarakat, kerugian gangguan kesehatan bahkan kerugian negara. Hakim diduga melakukan pelanggaran kode etik. (Mg4/jpnn)