Lebaran Sudah dekat, Utang Masih Menumpuk
Sambil bercerita, jemarinya cekatan menganyam jaring yang rusak. Harga sekilo kepiting katanya Rp50 ribu. Kalau udang ukuran C harganya Rp30 ribu per ons. Semua dijual ke tengkulak atau pengepul.
"Yang bisa naik haji di sini cuma bos ikan. Kalau kami makan saja syukur," kata Pa'galari, seraya menambahkan kopiah haji yang dikenakannya hanya hiasan.
Bulan Ramadan jelang lebaran kebutuhan hidup mereka meningkat. "Makanya kami tidak ada libur. Habis cari ikan, kerja yang lain juga," aku Pa'galari.
Musim bagang selama tujuh bulan tadi, dua pria itu meraup laba kotor belasan juta rupiah. Sayang sekarang uangnya sudah habis. Pakai makan dan bayar hutang. "Mana bisa kaya. Kami gali lubang tutup lubang kerjanya," kata Agustina.
Laut mereka memang kaya. Itu dibenarkan Agustina. Sayang nelayan kecil kesulitan modal. Hasil tangkap mesti dijual cepat tanpa diolah. Makanya harganya murah.
Sebagai gambaran. Sekali melaut Sudirman membutuhkan lima liter solar. Satu liter Rp7.500, biaya melaut total Rp37.500. Hasil kepiting dan udang rata-rata Rp100 ribu. Dalam sehari laba nelayan Rp65.500.
Belum hitung biaya perbaikan jaring. Mesin yang rusak. "Makanya. Cukup makan saja. Hutang tidak lunas-lunas," kata Sudirman tertawa. Tawanya lepas, seolah ikhlas dengan kondisi itu.
Kehidupan nelayan kata Pa'galari dato tahun ke tahun semakin susah. Solar terus naik. Harga peralatan tangkap ikan dan mesin ikut naik. "Semua naik. Bensin, listrik semua."