Lewat Jalur Sutra, Militer Tiongkok Tancapkan Kuku di Afrika
jpnn.com - Amerika Serikat adalah negara yang terang-terangan tak nyaman dengan ekspansi Tiongkok lewat proyek Jalur Sutra. Kisah di Djibouti, sebuah negeri di Afrika Timur, bisa menggambarkan pemicu ketidaknyamanan tersebut.
Djibouti merupakan satu di antara delapan negara yang paling berisiko gagal bayar. Utangnya mencapai 88 persen dari produk domestik bruto senilai USD 1,72 miliar atau Rp 25 triliun. Tiongkok menjadi kreditor yang terbesar dalam total utang tersebut.
Salah satu pinjaman itu digunakan Presiden Ismail Omar Guelleh untuk membangun Pelabuhan Djibouti. Proyek tersebut menggandeng CMPort, BUMN Tiongkok, untuk membentuk perusahaan patungan senilai USD 3,5 miliar. CMPort adalah perusahaan yang sudah mengambil hak kelola Pelabuhan Hambantota.
Namun, bukan itu yang membuat khawatir AS. Melainkan keamanan markas tentara mereka di Lemonnier, Djibouti. Pangkalan militer Lemonnier merupakan rumah bagi 4 ribu tentara AS yang bertugas mengawasi Yaman dan Somalia.
Yaman dan Djibouti dibatasi Selat Bab-el-Mandeb, sedangkan dengan Somalia berbatasan darat. Dua negara itu dianggap sebagai sarang kelompok radikal.
Namun, markas tersebut bakal berhadapan dengan calon markas tentara Tiongkok. Markas militer luar negeri pertama Tiongkok hanya terpisah 10 kilometer dari Lemonnier.
Menurut Foreign Policy, fasilitas seluas 80 hektare itu dilengkapi 10 barak, penyimpanan amunisi, dan landasan helikopter. Tentunya, pihak AS melihat bahwa itu merupakan langkah menyaingi mereka.
’’Kalau Tiongkok mengambil alih pelabuhan itu, dampaknya akan signifikan. Djibouti hanyalah (markas militer luar negeri) yang pertama,’’ ujar Thomas Waldhauser, komandan militer AS di Afrika, dalam sebuah rapat parlemen.