Lima Perusahaan Tambang Ditutup
jpnn.com - KENDARI - Pemprov Sultra melalui Badan Lingkungan Hidup (BLH) bertindak tegas terhadap sejumlah perusahaan pertambangan yang membuat Sultra "menangis".
Hasil investigasi di beberapa kawasan tambang mengungkap berbagai fakta memiriskan. Selain diduga terlibat penyalahgunaan BBM bersubisidi dan perizinan, kerusakan lingkungan menjadi pelanggaran yang paling banyak ditemukan.
Untuk sementara, BLH telah menghentikan operasional lima pemegang izin pertambangan yang terbukti membandel. Sementara perusahaan lainnya, tinggal menunggu waktu akan dikenakan sanksi. Namun data-data perusahaan tambang yang dinilai melakukan pelanggaran telah dikantongi. "93 persen perusahaan yang kami kunjungi semuanya merusak lingkungan dan tidak ada reklamasi," kata Kepala BLH Sultra, H Rusbandrio, kemarin.
Ia menambahkan, hasil investigasi di 56 perusahaan tambang sungguh membuat tim tercengang. Kerusakan lingkungan di perusahaan-perusahaan itu sangat mencengangkan Lahan-lahan bekas ekplorasi pertambangan sudah tidak bisa dipergunakan lagi.
"Meskipun banyak perusahaan bisa menunjukan izin amdal bukan berarti mereka sudah boleh melakukan aktivitas penambangan. Sebab kewajiban mengelola limbah yang dihasilkan harus jelas. Jadi pihak perusahaan harus memiliki Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL),"jelasnya mantan Kepala Badan Ketahanan Pangan Sultra.
Dari sejumlah perusahaan tambang yang beroperasi kata mantan Kepala Dinas Pertanian Sultra ini, ada lima perusahaan yang ditindak. Kelima perusahaan yang beroperasi di Kolaka Utara (Kolut) dihentikan pengoperasiannnya sebab dianggap melakukan pelanggaran dibidang lingkungan hidup.
Adapun kelima perusahaan itu adalah PT Putra Darma Arwan Pratama, PT Citra Silika Malawa, PT Pandu Citra Mulia, PT Kasmartia Raya dan PT Tambang Mineral Maju. Kemungkinan sejumlah perusahaan tambang lainnya bakal menyusul. Sementara ini, BLH tengah menrincikan secara detail jenis kesalahan perusahaan. Sebab bukan hanya kerusakan lingkungan saja, masih ada pelanggaran kehutanan, ESDM dan pertambangan.
"Surat pemberhentian operasional perusahaan dilayangkan Kementerian Lingkungan Hidup (Kemen LH) sudah dilayangkan sejak November 2014. Surat bernomor B-12492/Dep-LH/11/2013 ditujukan kepada Bupati Kolut agar memberhentikan operasi 5 perusahaan tersebut. Bukan karena persoalan tidak memiliki amdal, namun kerusakan lingkungan akibat proses penambangan,"jelasnya.
Apakah ini membuktikan BLH Sultra kecolongan? Rusbandrio menepis hal itu. Alasannya, kewenangan untuk mengeluarkan izin amdal dan pengawasannya adalah domain kabupaten/kota. Dilain pihak BLH Sultra juga telah merangkul sejumlah perusahaan dalam kegiatan profert. Hasilnya, sejumlah perusahaan yang sudah diberikan pembinaan dari BLH bisa mematuhi aturan. Meskipun ada juga yang melanggar, namun pelanggaran yang dilakukannya relatif kecil. (cr6)