Listrik Mati di Lumbung
Kamis, 19 November 2009 – 07:29 WIB
Kesabaran para gubernur seperti gubernur Kaltim, gubernur Kalteng, dan gubernur Kalbar sudah habis karena terus-menerus didemo rakyatnya. Juga gubernur di wilayah lain tadi. Tapi, para gubernur itu hanya bisa meneruskan suara pendemo itu ke PLN. Sebab, hanya PLN yang diberi hak untuk memiliki dan mengelola listrik di seluruh Indonesia nan luas ini. Tapi, suara pendemo itu datang dari tempat yang terlalu jauh dilihat dari kantor pusat PLN nun di Jakarta sana.
Begitu kaya Kalimantan akan batubara. Tapi, mayoritas pembangkit listrik di kawasan tadi menggunakan disel. Maka, PLTD (pembangkit listrik tenaga diesel) menjadi raja di sana. Raja yang haus uang, tapi lembek tenaga. Haus uang karena menghabiskan uang negara. Lembek karena lemah sekali tenaga listrik yang dihasilkannya. Padahal, wilayah itu begitu kaya akan batubara. Kaya-raya. Superkaya. Tapi, kekayaan itu tidak membawa berkah ke diri sendiri. Batubara itu mengalir ke India, Thailand, Tiongkok, Jepang, bahkan sampai ke Eropa dan Amerika. Ibarat lagu Gesang, "batubara Kaltim itu mengalir sampai jaaaaauuuuuh". Sampai membuat wilayah Kalimantan dan Sulawesi sendiri terlupakan.
Kalau saja ada pikiran sehat untuk mengubah wilayah itu, betapa gembiranya rakyat di seluruh kawasan tersebut. Mengapa kita yang begitu kaya batubara tidak mampu memanfaatkannya untuk membuat rakyatnya sendiri tersenyum. Memang pernah dicoba untuk mengatasinya. PLN mengadakan tender pembangunan PLTU di beberapa wilayah yang disebut tadi. PLN juga sudah menyatakan berpuluh-puluh investor sebagai pemenang tendernya. Kalau saja semua berjalan baik, hari ini wilayah-wilayah tersebut sudah mulai sedikit terang. Tapi, sampai hari ini, sudah tiga tahun kemudian, tidak satu pun para pemenang tender itu menyelesaikan pekerjaannya. Bahkan, sebagian besar belum memulainya sama sekali. Sebagian lagi menghentikannya.