Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Lokalisasi Kian Sepi, Makin Sulit Cuci Mata

Sabtu, 26 Juli 2014 – 14:26 WIB
Lokalisasi Kian Sepi, Makin Sulit Cuci Mata - JPNN.COM
TENAGA BARU : Dari kiri, Supadi, Suyono, dan Cahyo kini mengabdi sebagai pegawai di lingkungan Pemkot Surabaya. Foto: Anggit Satriyo/Jawa Pos

PULUHAN warga di sekitar kawasan lokalisasi Dolly kini menyongsong kehidupan baru. Tidak lagi bergantung pada ingar-bingar prostitusi, kini mereka menjalani hidup lebih normal dengan menjadi pegawai pemkot. Inilah beberapa di antara mereka.
----------------------
Anggit Satriyo, Surabaya
---------------------
PAGI  itu penampilan Supadi lebih gagah, mengenakan baju setelan hitam-hitam plus sepatu laras warna senada. Sabuk kopel juga melengkapi gayanya sebagai petugas badan kesatuan bangsa dan perlindungan masyarakat (bakesbanglinmas).

Handy talkie yang terselip di pinggang kian menambah kesan berwibawa bak aparat pada pria 48 tahun itu. Logat bicaranya pun khas pegawai.

”Sudah sebulan ini saya bekerja. Tugas saya membantu kepolisian menjaga keamanan warga,” tegas bapak empat anak tersebut di pos penjagaan kantor bakesbanglinmas kemarin. Hari itu Supadi memang kebagian piket berjaga pos bersama-sama dengan petugas yang lain.

Dia mengaku sejak bekerja di pemkot, alur hidupnya berubah. Pagi-pagi benar dia harus sampai ke kantor. Petang dia bisa balik ke rumah di kawasan Putat Jaya. Sepulang kerja, ada yang mengasyikkan, masih menyempatkan bercanda dengan anak-anaknya, termasuk mengingatkan mereka untuk giat belajar.

Nonton televisi bersama keluarga menjadi kegiatan rutin yang tidak pernah ditinggalkan. Saban bulan dia mendapatkan gaji dari pemkot, sekitar Rp 2,3 juta. Karena itu, dia menyebut hidupnya berangsur-angsur normal.

Beda dengan dahulu ketika lokalisasi Dolly masih beroperasi. Sebagai petugas perlindungan masyarakat (linmas) kelas kampung, dia harus betah melekan semalam suntuk. Pakaiannya tidak segagah sekarang.

Hanya baju setelan hitam-hitam. Penghasilannya tidak menentu. Bila menyelesaikan tugasnya, Supadi mendapatkan upah Rp 50 ribu dari rukun warga (RW). Uang yang dibayarkan tersebut merupakan setoran wisma-wisma kepada pengurus kampung.

Supadi mengungkapkan, ketika pemkot mengumumkan penutupan Dolly, dirinya sebenarnya gusar. ”Saya mikir, anak-anak akan makan apa?” ungkapnya.

PULUHAN warga di sekitar kawasan lokalisasi Dolly kini menyongsong kehidupan baru. Tidak lagi bergantung pada ingar-bingar prostitusi, kini mereka

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News