LPEI Bersinergi Membangun Desa Devisa Tenun Gresik
jpnn.com, GRESIK - Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)/Indonesia Eximbank bersinergi dengan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Gresik, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan dan Dinas Koperasi, Usaha Mikro dan Perindang (Diskoperindag) Kabupaten Gresik untuk mengembangkan potensi Desa Wedani.
Terdapat 1.500 orang penenun perempuan memproduksi sarung tenun ATBM (alat tenun bukan mesin), yang tergabung dalam kelompok penenun Koperasi Wedani Giri Nata (WGN).
Sarung tenun ATBM Desa Wedani merupakan komoditi unggulan dari Desa Devisa Tenun Gresik, yang mencerminkan kearifan lokal dengan memiliki unsur kebudayaan setempat.
Melalui Program Desa Devisa, LPEI akan berkolaborasi dengan sejumlah institusi pusat dan daerah untuk memberikan pendampingan pada aspek kelembagaan, produksi hingga akses pasar kepada anggota maupun pengurus Koperasi Wedani Giri Nata.
Saat ini kapasitas produksi sarung tenun dari Desa Wedani mencapai 146.400 lembar sarung perbulannya. Dengan adanya Program Desa Devisa ini, ditargetkan di Semester I tahun 2022 Koperasi WGN sudah dapat melakukan ekspor perdana dan produk yang dihasilkan pun sudah mematuhi standar internasional.
“Program Desa Devisa yang dimiliki LPEI ini bertujuan membangun dan meningkatkan potensi suatu kawasan yang memiliki produk unggulan berorientasi ekspor, diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat mencapai kondisi sosial-ekonomi-budaya yang lebih baik. Dan juga menghasilkan devisa dari kegiatan usaha yang dilaksanakan secara berkesinambungan,” ujar Direktur Eksekutif LPEI James Rompas saat memberikan sambutan di acara Peresmian Desa Devisa Tenun Gresik, Senin (1/11).
Dengan diresmikannya Desa Devisa Tenun Gresik, Desa Wedani menjadi desa ke-24 yang mengikuti Program Desa Devisa LPEI sehingga total penerima manfaat dari program ini telah mencapai 2.774 orang petani/penenun dan ditargetkan akan terus bertambah ditahun-tahun berikutnya.
Program Desa Devisa dimulai sejak 2019 dengan Desa Devisa Kakao di Jembrana, Bali menjadi Desa Devisa pertama yang memiliki komoditas unggulan berupa biji kakao difermentasi selanjutnya Desa Devisa Kerajinan di Bantul, Yogyakarta dengan produk kerajinan ramah lingkungan yang telah mampu melakukan ekspor secara berkelanjutan ke Eropa.