Luar Biasa, Ini Lapas Bukan Sembarang Lapas
“Kegiatan sejak Senin sampai Kamis, ada tiga hari untuk belajar agama dan satu hari untuk kegiatan istighosah. Bila ada yang tidak serius, tentu kami berikan sanksi, biasa, satu yang mengganggu kegiatan dan tidak serius bisa memengaruhi jamaah yang lain,” terangnya.
Guru agama, ujarnya, sengaja didatangkan dari MUI Banjar sebanyak 20 orang, terdiri dari tujuh ustazah dan sisanya ustaz.
Semua warga binaan wajib dapat giliran menjadi santri, pelajarannya pun yang dasar-dasar dari ilmu fikih mulai belajar wudu, bacaan salat, gerakan salat, membaca tulis Alquran, serta ceramah.
”Kami harus memilah-milah juga warga binaan yang punya ilmu agama dan tidak, termasuk warga binaan anak-anak dan sudah dewasa. Semakin lama di Lapas, tentu semakin banyak ilmu yang didapat,” tutur Tri Saptono lagi sembari menerangkan total santri berjumlah 1.195 orang, wajib mengikuti jadwal pondok.
Jadwalnya pun dimulai sejak pukul 08.00 Wita dan baru berakhir sekitar pukul 09.30 Wita. Selesai kegiatan pondok pesantren, mereka baru bisa dibesuk, jadi, waktu besuk diundur dan jauh hari telah diumumkan kepada keluarga warga binaan.
Tingkat kesulitan mendidik santri warga binaan, tambah Saptono, sangat tinggi. Karena itu, sangat penting menciptakan kesan lingkungan seperti pondok sehingga mereka takut berbuat yang aneh di Lapas.
”Kata ulama Martapura, tingkat keberhasilan di bawah 10 persen sudah cukup luar biasa. sewaktu bebas tidak mengulangi lagi tentu kami mengucapkan rasa syukur,” ujarnya.
Sebagai ilustrasi di Cianjur, terang Saptono, selama lima tahun lebih berjalan pendidikan berbasis pondok pesantren, sangat kecil eks warga binaan yang begitu bebas, berbuat jahat dan kembali ke Lapas.