Luhut: Ingat, Saya juga Bisa Bikin Dia Repot!
Dia juga membeber tentang sejumlah memo yang telah disampaikannya pada presiden. Memo pertama yang disampaikannya terkait Freeport, disampaikan pertama kali pada 15 Mei 2015 lalu. Saat itu, dia masih menjabat sebagai kepala Staf Kepresidenan.
Intinya, memo berisi bahwa proses perpanjangan kontrak karya pertambangan hanya bisa dilakukan dua tahun sebelum kontrak berakhir.
”Memo itu saya sampaikan karena saya mendengar ada upaya dari pihak-pihak untuk mempercepat perpanjangan kontrak karya,” ungkapnya, kembali tanpa menyebut pihak-pihak tersebut.
Tidak cukup disitu, memo berikutnya kembali disampaikannya pada 17 Juni 2015. Di situ, Luhut lebih detil menyebut kalau permohonan perpanjangan Freeport hanya dapat diajukan pada 2019 sesuai dengan peraturan yang berlaku. “Yang ini saya sudah jelas menyatakannya, termasuk kalau tidak diikuti presiden bisa dianggap melanggar UU,” bebernya.
Mengacu pada memo kedua itu lah, dia menyatakan, keterlibatan dirinya dalam proses negoisasi sebagaimana tergambar dalam rekaman Setnov dan pihak Freeport, menjadi tidak logis. Sebab, sesuai keterangan sejumlah pihak, pembicaraan dalam rekaman terjadi pada 8 Juni 2015. “Anda semua bisa menilai sendiri dengan akal sehat,” katanya, membela diri.
Meski demikian, di sisi lain, Luhut mengakui kalau memiliki hubungan baik dengan Setnov. Termasuk, pengusaha minyak Riza Chalid yang merupakan orang ketiga yang ikut dalam pembicaraan Setnov dan pihak Freeport. Pengusaha yang saat ini belum jelas keberadaannya itu, selama ini, kerap disebut-sebut banyak pihak ikut terlibat dalam carut-marut tata niaga minyak di tanah air.
“Iya, saya pernah ketemu dengan Reza Chalid. Kenapa? Tak ada yang salah. Dia sahabat lama saya,” beber Luhut. Sebagai mantan pengusaha, menurut dia, sesuatu yang wajar kalau dirinya berjak berteman dengan banyak kalangan pengusaha. Termasuk, Riza Chalid.
“Menurut saya tidak ada yang salah. Sebagaimana saya juga berteman dengan Setya Novanto,” tandasnya, kembali.