Lutut Bengkak, Tiba di Finis, Eka Menangis
Tiga kejadian nahas dan Audax East Java baru hari pertama, seharusnya Eka sudah punya banyak alasan untuk berhenti. Tapi, dia terus berusaha melanjutkan perjalanan. Hingga tiba di pit stop selanjutnya di kantor bupati Bondowoso, dia bertemu Cipto. Kebetulan, keduanya sama-sama berasal dari Komunitas One Mille Pasuruan.
’’Melihat kakinya berdarah dan bengkak, terus terang saya kaget. Saya tanya, apa lebih baik dievakuasi saja? Dia tetap tidak mau,’’ tutur Cipto.
’’Saya harus terus. Meskipun saya orang terakhir yang sampai finis, tidak apa-apa,’’ jawab Eka.
Mendengar kisah dramatis Eka, Cipto yang sebelumnya berada di rombongan depan pun akhirnya mengorbankan diri. Mulai pit stop Bondowoso, dia memutuskan untuk ’’mengawal’’ Eka sampai finis. Cyclist 32 tahun itu akan bersepeda tepat di depan teman sekomunitasnya tersebut.
Teknik yang di dunia cycling disebut drafting itu membuat tenaga yang digunakan Eka untuk bersepeda berkurang signifikan. Sebaliknya, Cipto harus bekerja keras karena bertugas membelah angin.
”Saya tahu rasa sakit yang dia alami. Itu pasti sangat menyiksa. Saya tidak tega, tapi dia memang tidak pernah mau menyerah,” tutur pengusaha muda asal Pasuruan tersebut.
Karena itulah, begitu keduanya tiba di garis finis hari pertama di Jember, Cipto merasakan kegembiraan yang luar biasa. Dia juga merasa terharu melihat perjuangan Eka. Eka pun tidak kuasa menahan air mata hingga keduanya berpelukan seperti baru saja menyelesaikan salah satu ujian terbesar dalam hidup.
Besoknya, hari kedua Audax East Java, Cipto sudah mengira bahwa Eka akan menyerah. ’’Ternyata tidak. Dia tetap terus jalan. Bengkak di lutut sudah tidak terlalu terlihat. Dia pun sampai finis!” tutur Cipto.