MA Tolak PK Ahok, Ini Penjelasan Pakar Hukum Pidana
jpnn.com, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) menolak peninjauan kembali (PK) yang diajukan terpidana kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, kemarin (26/3).
Upaya hukum luar biasa itu ditolak setelah disidangkan tiga hakim agung. Yakni, Artidjo Alkostar (ketua), Salman Luthan, dan Sumardijatmo.
Juru Bicara (Jubir) MA Suhadi menyatakan bahwa putusan tersebut didasarkan hasil pemeriksaan PK dengan register No 11 PK/Pid/2018. Pertimbangan atas putusan itu akan dijelaskan dalam sesi jumpa pers yang jadwalnya belum ditentukan MA.
’’Majelis hakim peninjauan kembali Senin, 26 Maret 2018, mengadili menyatakan menolak permohonan peninjauan kembali dari terpidana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok,’’ ujarnya.
Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah membenarkan adanya penolakan atas PK Ahok itu. Dengan demikian, mantan gubernur DKI tersebut harus menjalani vonis dua tahun penjara atas kasus penistaan agama sesuai putusan PN Jakut bernomor 1537/Pid.B/2016/PN.Jkt.Utr.
Menanggapi putusan PK Ahok, pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengungkapkan, ada dua hal yang menentukan diterima atau ditolaknya sebuah PK. Pertama, adanya keadaan baru yang dapat memengaruhi vonis hukum pihak pemohon. Kedua, adanya kekhilafan secara nyata dan pertentangan putusan yang dilakukan majelis hakim.
’’Jadi, yang jelas PK itu ditolak atau tidak dikabulkan karena tidak memenuhi unsur tersebut,’’ ujarnya.
Sebelumnya kuasa hukum Ahok menjadikan vonis bersalah terhadap Buni Yani dari hakim Pengadilan Negeri Bandung untuk mengajukan PK. Ada dua poin yang dicantumkan dalam memori PK tersebut, yakni putusan terdakwa kasus ujaran kebencian Buni Yani dan kekeliruan hakim. Ternyata poin-poin itu akhirnya ditolak MK.