Mahendradatta: Pelapor Prabowo dkk Kurang Paham Hukum Pidana
jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum Mahendradatta mengatakan langkah melaporkan calon presiden Prabowo Subianto, Wakil Ketua Umum DPP Gerindra Fadli Zon dan sejumlah nama lain terkait kontroversi Ratna Sarumpaet merupakan tindakan kurang memahami aturan hukum pidana yang berlaku.
"Pertama, dikatakan melanggar Pasal 14 dan 15 UU No 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Saya kira harus ditafsirkan dulu apakah Prabowo tahu atau tidak mengenai kebohongan Ratna Sarumpaet," ujar Mahendradatta di Jakarta, Kamis (4/10).
Pria yang sebelumnya tercatat sebagai kuasa hukum Prabowo-Hatta Rajasa pada Pemilu 2014 lalu mengingatkan, Prabowo dan anak buahnya bukan instansi resmi yang memiliki sumber daya manusia maupun peralatan mumpuni yang bisa mengetahui kebohongan dalam waktu singkat. "Apalagi dari seorang tokoh yang berkredibilitas," ucapnya.
Fakta lain, kata Mahendradatta, tidak ada tanda-tanda Ketua Umum DPP Partai Gerindra tersebut mengetahui Ratna berbohong atau merekayasa hoaks. "Seharusnya, posisi mereka (Prabowo dan kawan-kawan) korban kebohongan," katanya.
Fakta lain, Prabowo dalam keterangannya saat menggelar konferensi pers di Kertanegara, Jakarta, Selasa (2/10), mengatakan akan menyampaikan kondisi yang dialami Ratna ke Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian. Jadi, bukan mengarah mengambil tindakan-tindakan lain, apalagi di luar aturan hukum yang berlaku.
Mahendradatta yang juga tercatat sebagai mantan Wakil Ketua Tim Hukum Mega-Prabowo pada Pilpres 2009 ini juga memaparkan. Keonaran yang dimaksud pada Pasal 14 UU Nomor 1/1946 yaitu, keonaran yang lebih hebat dari kegelisahan.
"Jadi, keonaran yang harus dibuktikan apakah dengan terjadinya huru-hara atau paling tidak terjadi keguncangan ekonomi, keamanan dan ketertiban atau terjadi peningkatan kebencian terhadap lawan Prabowo," tuturnya.
Menurut Mahendradatta, untuk tudingan yang dimaksud tidak bisa dikira-kira. Harus ada bukti nyata, karena keonaran menjadi salah satu unsur delik.