Makin Berbahaya, Makin Istimewa
Trekking di Merapi Saat Kondisi SiagaSenin, 25 Oktober 2010 – 10:33 WIB
Untungnya, kemarin aktivitas Merapi belum bertambah sehingga rombongan bisa sampai ke Bukit Miji, daerah aman terakhir yang diizinkan. Sayang, ketika sampai di sana sekitar pukul 07.00, puncak Merapi tertutup kabut tebal. Cuaca juga mendung sehingga sinar matahari redup. "Wah, sayang sekali. Sudah sampai sini tapi tidak bisa lihat puncak Merapi," ujar Lawrence. Karena ingin melihat puncak Merapi, rombongan tinggal di sana lebih lama. Namun hingga beberapa saat, kondisi cuaca tidak membaik. Sehingga kami harus rela turun tanpa melihat puncak Merapi.
"Kita coba di titik lain di bawah ini. Siapa tahu dari situ bisa melihat," kata Awuy memberikan harapan baru. Di salah satu bukit, kali Kuning mengalir di bawahnya, kondisi cuaca sedikit lebih baik. Puncak Merapi, lengkap dengan awan putihnya yang menggumpal dan menandakan aktivitas vulkanisnya, terlihat sekilas. "Lumayan bisa sedikit melihat. Kabutnya tebal sekali, jadi langsung puncak langsung tertutup lagi," kata Silvan.
Di titik itu, kami sempat mendengar suara reruntuhan batu besar dari Merapi. Suaranya terdengar cukup keras, dan bisa-bisa membuat panik orang yang tidak terbiasa mendengar. Tapi laporan dari pos pemantauan mengatakan, kondisi masih cukup aman sehingga kami tidak merasa khawatir." Sambil berjalan pulang, Awuy menjelaskan kondisi di lereng Merapi pascaerupsi. Erupsi terbesar terjadi 1906. Erupsi itu mengubah topografi Merapi dan menciptakan beberapa sungai. "Batuan di sungai-sungai itu sebenarnya lava yang sudah membeku," paparnya.