Mangungsong: Ada Upaya DPR Melumpuhkan KPK Melalui RUU KUHP
Mangunsong mencatat beberapa poin kritis dari rumusan delik korupsi dalam RUU KUHP yang berpotensi melemahkan pemberantasan korupsi oleh KPK. Setidaknya ada empat akibat yang dapat melemahkan upaya pemberantasan korupsi dan kewenangan KPK jika RUU KUHP tetap disahkan pada Agustus mendatang. Di antaranya memangkas kewenangan penindakan dan penuntutan KPK.
Pemerintah dan DPR, katanya, kerap berdalih bahwa jika RUU KUHP disahkan tidak akan mengganggu kerja KPK, namun kenyataannya justru dapat sebaliknya.
"Kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dalam UU KPK tidak lagi berlaku jika RUU KUHP disahkan," terangnya.
KPK, lanjutnya, tidak lagi berwenang menangani kasus korupsi yang diatur dalam KUHP.
“Pada akhirnya KPK hanya akan menjadi Komisi Pencegahan Korupsi, karena tidak dapat melakukan penindakan dan penuntutan,” cetusnya sambil menambahkan kewenangan KPK tercantum dalam Pasal 1 angka 1 UU KPK yang secara spesifik menyebutkan KPK berwenang menindak tipikor yang diatur dalam UU Tipikor.
“Jika delik korupsi dimasukkan dalam KUHP, maka kewenangan melakukan penyelidikan dan penyidikan dalam kasus tipikor nantinya akan beralih kepada Kejaksaan dan Kepolisian karena kedua institusi ini dapat menangani kasus korupsi yang diatur selain dalam UU Tipikor,” tambahnya.
Selain KPK, kata Mangunsong, Pengadilan Tipikor juga berpotensi mati suri jika delik korupsi masuk RUU KUHP. Pasal 6 UU No 46/2009 tentang Pengadilan Tipikor pada intinya menyebutkan Pengadilan Tipikor hanya memeriksa dan mengadili perkara tipikor sebagaimana diatur dalam UU Tipikor.
“Jika tipikor diatur dalam KUHP maka kasusnya tidak dapat diadili oleh Pengadilan Tipikor dan hanya dapat diadili di Pengadilan Umum,” urainya.