Mao Muda
Oleh: Dahlan Iskanjpnn.com - SAYA putuskan: ke Wuhan. Sebelum Lebaran kemarin. Saya harus menunggu hasil pemeriksaan kesehatan di RS Tianjin itu. Belum tentu tiga hari bisa keluar. Itu karena saya ingin tahu lebih detail mengapa D-dimer saya tinggi.
Sambil menunggu itulah saya ke Wuhan. Lewat Beijing. Naik kereta cepat. Jarak Beijing-Wuhan sekitar 1.400 km: 4 jam sampai.
Ini bukan kali pertama saya ke Wuhan. Sudah berkali-kali. Tetapi ke Wuhan kali ini beda: seperti apa Wuhan setelah jadi sumber virus Covid-19.
Awal Covid dulu, kita berdoa untuk Wuhan. Yakni ketika di kota itu orang bergelimpangan tiba-tiba meninggal. Lalu kota Wuhan ditutup total. Tetapi virusnya bocor ke mana-mana.
Kita sempat menyangka Covid tidak akan masuk Indonesia. Negeri ini panas. Ternyata kita jadi korban juga. Sampai mencekam. Pun di seluruh dunia. Tidak ada dia untuk kita. Masing-masing harus berdoa sendiri-sendiri.
Saya ke Wuhan hanya ingin tahu: pasar itu. Seperti apa. Pasar basah itu. Yang juga menjual berbagai macam binatang yang bisa dimakan.
Di sana semua yang berkaki empat bisa dimakan –kecuali meja. Pun yang berkaki dua dan yang bersayap. Termasuk kelelawar dan sejenis musang langka.
Penjual binatang itulah yang mati pertama karena Covid-19. Konon binatang itu sumber virusnya.