Martalinda Basuki, Sukses Berkat Riset Kafe Bangkrut
Banting Setir dengan Mendirikan Waralaba Gerobak Dorong Cokelat Klasikjpnn.com - JAKARTA – Indonesia adalah salah satu negara penghasil kakao terbesar di dunia. Namun, tidak banyak industri yang mengolah kakao lokal. Cokelat masih identik dengan produk Swiss atau Belgia. Padahal, dua negara itu tidak memiliki perkebunan kakao.
Pemikiran tersebut membuat Martalinda Basuki mendirikan usaha yang menyediakan aneka minuman berbahan dasar cokelat. Berawal dari kegagalan saat membuka sebuah kafe di Pare, Kediri, Lala –sapaan akrabnya– banting setir dengan mendirikan waralaba gerobak dorong Cokelat Klasik di lebih dari 24 kabupaten/kota di Indonesia.
“Waktu itu modalnya Rp 90 juta, tapi yang Rp 60 juta hasil utang ke teman-teman. Ketika kafe tidak berjalan, saya berpikir harus bisa mengembalikan pinjaman,” kata Lala dilansir Harian Jawa Pos (Induk JPNN.com), Senin (29/2).
Dari kafe yang bangkrut itu, Lala melihat minuman float berbahan dasar cokelat paling disukai pengunjung. Dia pun terpikir untuk khusus menjual minuman cokelat saja.
Karena itu, Lala melakukan riset ke supermarket dan toko-toko kue di Malang untuk mencari bubuk cokelat yang baik tetapi murah.
“Saya baru tahu bahwa banyak sekali varian cokelat. Ada yang hitam banget, cokelat putih, cokelat agak pudar, dan cokelat kemerah-merahan,” ungkapnya, lantas tertawa.
Mahasiswi Fakultas Ilmu Administrasi Publik Universitas Brawijaya tersebut lantas belajar segala sesuatu tentang cokelat di Tangerang pada 2011. Dari kursus selama tiga hari itu, Lala baru mengetahui mengolah biji kakao cokelat lebih rumit jika dibandingkan dengan biji kopi. Lebih banyak lapisan di biji kakao yang menentukan kepekatan rasa cokelat.
“Lapisan yang paling enak ada di bagian paling dalam atau biasa disebut real dark chocolate. Namun, bagian luar tetap bisa digunakan, biasanya untuk kue,’’ ujar dara kelahiran 13 Maret 1991 tersebut.(jawa pos/fri/jpnn)