Masa Depan Nasib Pengembangan Riset dan Teknologi juga Bergantung dari UU Cipta Kerja
Lily menyoroti dua undang-undang penting yang berubah dalam UU Cipta Kerja. Yakni UU 13/2016 tentan Paten dan UU 20/2016 tentang Merek. Dalam UU Cipta Kerja, lanjut Lily, tekait paten dan merek lebih dimudahkan dalam proses mengurusnya.
“Prinsipnya, aturan paten dan merek (dalam UU Cipta Kerja) lebih dimudahkan. Ada 5 aturan yang diubah, yang prinsipnya ada kegunaan praktis,” imbuh lulusan University of New South Wales Australia ini.
Lily menerangkan, prinsip itu mengandaikan aktivitas riset dan inovasi harus berkolaborasi dengan dunia industri. Kemudian dari sisi waktu pengurusan izin paten dalam UU Cipta Kerja jauh lebih singkat.
“Pengalaman saya dengan rekan peneliti, untuk urus paten sederhana itu sangat lama sekali. Tapi dengan adanya perubahan ini (UU Cipta Kerja) paling lama hanya enam bulan dari permohonan sampai substansi, dan menteri harus memutuskan itu,” ungkap Lily.
Lily lalu menyimpulkan, perubahan itu jauh lebih memudahkan untuk komersialisasi dan hilirisasi hasil penelitian perguruna tinggi dan akan berimplikasi positif pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
“Itu mendorong UMKM lebih giat menghasilkan inovasi dan harusnya UMKM ada kolaborasi dengan perguruan tinggi. Perguruan tinggi ini memberikan alih teknologi dan juga pendampingan,” Lily menjelaskan.
Lily berharap alih teknologi kepada UMKM ini tidak perlu ada biaya yang ditanggung pelaku UMKM, karena itu untuk kepentingan kemajuan UMKM dan demi kemaslahatan umat.
Selain komersialisasi dan pemanfaatan riset dan inovasi bagi masyarakat, kata Lily, yang tak kalah penting adalah perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual (HKI). Untuk itu ia mendorong peneliti-akademisi setiap kampus untuk membentuk badan perlindungan HKI sebagaimana termaktub dalam UU.