Masyarakat Tunggu Jawaban Presiden: Ganti atau Pertahankan Jaksa Agung?
jpnn.com - JAKARTA – Juru bicara Partai Demokrat Kastorius Sinaga mempertanyakan apakah politik hukum Pemerintahan Jokowi akan bergerak maju dengan mencopot Jaksa Agung dan mengembalikan Korps Adhyaksa ke jalur profesional nonpartai? Atau sebaliknya, demi menjaga kekompakan koalisi partai pendukung Presiden Jokowi, maka dalam paket Resuffle Jilid II yang akan datang tetap mempertahankan kursi Jaksa Agung digenggam oleh Partai Nasdem lewat Prasetyo?
“Jawaban atas pertanyaan inilah yang sedang ditunggu-tunggu oleh masyarakat luas saat ini," kata Kastorius saat diskusi bertajuk “Reshuffle Kabinet Jilid 2: Perlukah Jaksa Agung Diganti?” yang digelar Journalist of Law Jakarta (JLJ), Minggu (15/11) di Jakarta.
Menurut Kastorius, prestasi buruk di bidang penegakan hukum menjadi cacatan utama di dalam evaluasi satu tahun pertama Pemerintahan Jokowi-JK. Hampir seluruh survei dan jajak pendapat menegaskan adanya ketidak-puasan publik terhadap politik penegakan hukum Indonesia.
Kastorius menyebutkan perseteruan lembaga Polri dan KPK yang berujung pada penonaktifan komisioner KPK, Rancangan Undang-undang yang hendak mengamputasi usia dan wewenang KPK, maraknya kasus korupsi politik serta lemahnya kinerja penegakan hukum akibat dugaan praktik “kongkalikong” adalah beberapa fakta pendukung penyebab kekecewaan publik tersebut.
Secara personal, kata Kastorius, Prasetyo adalah seorang mantan jaksa yang mumpuni. Namun sejak diangkat publik telah menaruh tanda tanya besar terhadap “independensi” Kejagung di bawah Prasetyo karena status yang bersangkutan sebagai kader partai.
Bahkan, saat dilantik Jokowi setahun yang silam, publik telah menduga keras bakal muncu benturan kepentingan atau conflict of interest antara kepentingan penegakan hukum dengan vested interest partai. Paling tidak, terdapat dua alasan utama yang melatar belakangi dugaan publik di atas.
Pertama, penegakan hukum masih sangat rawan dengan praktik gurita mafia hukum karena faktor transparansi dan akuntabilitas penegakan hukum kita yang masih rendah. Kedua, dalam era demokrasi yang relatif muda dan belum stabil saat ini di Indonesia, persaingan kekuasaan politik vis a vis berhadapan dengan kekuasaan hukum masih dominan guna pengamanan akses material dan sumberdaya politik.
“Sistem hukum adalah salah satu instrumen paling efektif untuk akumulasi kekuasaan politik dan kekuasaan ekonomi," ujar salah satu Ketua DPP Partai Demokrat ini.