Mekanisme Pemberhentian PPPK Dinilai Mirip PHK Buruh
jpnn.com, JAKARTA - Ketentuan di PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) dinilai tidak berpihak pada honorer. Menurut Koordinator Daerah Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I)) Bondowoso Jufri, banyak ketidakadilan yang ada dalam PP tersebut.
"PP Manajemen PPPK tidak mengakui masa pengabdian honorer. Para honorer disamakan dengan lulusan S1 yang baru lulus," ujar Jufri kepada JPNN, Kamis (6/12).
Dalam PP itu juga mnengatur mekanisme pemberhentian yang mengakibatkan seseorang kehilangan statusnya sebagai PPPK. Konsep ini kata Jufri hampir sama dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada buruh.
Sebab, PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan/majikan.
"Masa hubungan perjanjian kerja bagi PPPK hanya satu tahun dan harus diperpanjang per tahunnya. Ini sangat merugikan," ucapnya.
Dia melanjutkan, jaring pemutusan hubungan perjanjian kerja dalam PP 49/2018 sudah disiapkan berupa :
a. Jangka waktu perjanjian kerja berakhir;
b. Meninggal dunia (tidak akan mendapat pensiun)
c. Atas permintaan sendiri;
d. Perampingan organisasi atau pengurangan P3K.
e. Tidak cakap jasmani dan/atau rohani.
Menurut Jufri, jika sudah menjadi PPPK lalu dikemudian hari yang bersangkutan mengalami kecelakaan dan cacat fisik sehingga tidak dapat menjalankan tugas, maka bisa diberhentikan.
f. Adanya target kinerja bagi yang tidak memenuhi bisa diusulkan pemutusan hubungan perjanjian kerja.
Selain itu adanya proses seleksi (administrasi dan kompetensi) yang mengesampingkan masa kerja dan pengabdian sehingga tolok ukurnya tetap nilai passing grade dan peringkat.
"Seharusnya pemerintah melihat secara utuh permasalahan honorer, diantaranya pengabdian honorer (masa kerja), usia honorer yang karena adanya moratorium penerimaan PNS yang mengakibatkan para honorer bertambah tua melebihi batas usia 35 tahun," terangnya.