Melibatkan Pemuda-Pemudi, Perang Berlangsung 45 Menit
“Selain itu, kegiatan ini juga menjadi bentuk dan penegasan penyatuan diri. Dalam artian persatuan di antara semua masyarakat Suwat. Sebab selama ini, banyak juga warga kami yang terpecah-pecah, karena harus tinggal di luar dalam memenuhi tuntutan pekerjaan mereka,” ucapnya seperti dilansir Bali Express (Grup JPNN.com).
Karena itulah, kata dia, ritual kemarin tak hanya diikuti oleh ratusan masyarakat Suwat yang tinggal di kampung halaman mereka. Tapi juga masyarakat Suwat yang sudah tinggal di perantauan.
“Ya hampir semua pulang kampung dan berkumpul menjadi satu di sini. Bahkan termasuk ada juga peserta yang bukan warga Desa Suwat,” tambahnya.
Sayangnya, masih banyak yang perlu dievaluasi dari ajang ini. Jumlah pesertanya minim, tidak mampu menembus angka ribuan orang. Termasuk beberapa kendala yang tampaknya muncul dalam kegiatan kemarin, seperti pasokan air, yang beberapa kali tersendat. Akibatnya, perang sempat beberapa kali dihiasi jeda.
Ngakan Putu Sudibia mengakui ada beberapa evaluasi yang akan dilakukan. Termasuk dalam menyiapkan even menjadi lebih bagus, termasuk ritual yang lebih besar dan lebih banyak diikuti orang. Yang jelas, siat yeh disiapkan untuk jadi ikon Bali secara internasional di masa mendatang.
“Memang masih ada beberapa yang mesti dievaluasi. Karena kegaitan ini baru kali pertama, tentu secara bertahap harus dilakukan perbaikan. Supaya secara bertahap, bisa dikenal di tingkat kabupaten, kemudian provinsi, dan secara internasional,” terangnya.
“Untuk menuju ke arah itu, kami mulai menjalin komunikasi dengan beberapa agen wisata, yang kerap melaksanakan kegiatan sepeda melintasi jalur ini. Karena ke depan kami berkeinginan kegiatan ini bisa juga diikuti wisatawan,” katanya.(*/nyoman widiadnyana/rdr/mus/fri/jpnn)