Melihat Sembahyang Kubur Kedua di Singkawang
Setelah berada di depan makam, diawali dengan memberikan penghormatan melalui ritual sembahyang kemudian memanjatkan doa, membacakan sutta atau paritta suci, mempersembahkan sajian kepada roh leluhur dan diakhiri dengan pembakaran kertas sembahyang emas dan perak, perlengkapan sembahyang, uang-uangan arwah serta pakaian Dewa. Ada juga membawa makanan yang kemudian dibawa pulang untuk disantap.
"Kecuali nasi dan teh, biasanya ditinggalkan di lokasi pemakaman. Jarang ada yg bawa pulang utk disantap," katanya.
Sembahyang kubur seperti ini, sebut Rio, masih dilaksanakan warga Tionghoa yang beragama Buddha, Tao dan Konghucu.
Pada puncak perayaan sembahyang kubur jatuh pada 10 Agustus, kemudian dilakukan sembahyang rampas di setiap Kelenteng.
Selain ritual, dikatakan Rio, sembahyang kubur sekaligus merupakan ajang kumpul keluarga yang lama berada di negeri perantauan.
"Momen sembahyang kubur juga menjadi ajang kangen atau kumpul keluarga. Karena banyak keluarga yang berada di luar Singkawang berkumpul," katanya.
Hal sama juga dilakukan warga lainnya, Susi Wu. Dirinya bersama dengan keluarganya akan berkunjung ke pemakaman saat Sembahyang kubur pada Minggu (3/8) nanti.
"Biasanya kita laksanakan pada pagi atau subuh. Tapi kalau sekarang malah ada yang melaksanakan pada sore hari, karena waktu kita berbalik dengan alam sana, kalau kita pagi mereka malam, dana kita sore mereka pagi," kata Susi.