Membangun Karakter Siswa di Sekolah Melalui Puisi Esai
jpnn.com, JAKARTA - Siswa bahkan guru di sekolah semakin memiliki problem dengan karakter yang mencerminkan keberagaman, kesetaraan dan kebebasan warga negara.
Riset dari PPIM UIN Syarif Hidayatullah (2018) dan survei LSI Denny JA (2018) menemukan semakin tingginya tingkat intoleransi di kalangan siswa, bahkan di kalangan para guru.
Di luar riset itu, juga diketahui luas isu soal narkoba, pernikahan dini, apatisme atas isu lingkungan, keluarga yang patah (broken home), dan pencarian identitas diri di kalangan siswa.
Komunitas puisi esai memberikan ikhtiar. Di samping pendidikan karakter melalui agama dan Pancasila, bagaimana jika digalakkan pula pengajaran puisi esai.
Ini jenis puisi yang panjang, dengan catatan kaki, yang memberi ruang bagi drama moral yang menyentuh.
Lima dosen dan guru, dari lima pulau: Sumatra, Jawa, Kalimantan, Papua, bersama menyusun buku panduan soal puisi esai untuk sekolah.
"Sastra bukan hanya belajar karya baku para sastrawan. Sastra juga adalah ekspresi para siswa dan mahasiswa atas lingkungan sosialnya sendiri, kemarahannya, ketakutannya, kegembiraanya, harapannya," ujar Denny JA dalam rilisnya.
Menurut Denny dengan sedikit riset, fakta dan data di lingkungan sosial oleh para siswa bisa dituliskan dalam catatan kaki.