Membendung Radikalisme Melalui Kekuatan Akar Rumput
“Baru kali ini ada sosialisasi dan diseminasi SDGs dilakukan di pondok pesantren. Perlu kita pahami, tidak ada pembangunan tanpa pembangunan berkelanjutan dan begitu juga sebaliknya. Karenanya, untuk mencapai pembangunan berkelanjutan diperlukan menciptakan masyarakat yang damai,” ujar Hamong.
Menurut Hamong, mewujudukan masyarakat damai melalui pembangunan berkelanjutan sudah dimulai melalui Perpres No.59/2017, dan akan disusun RAN SDGs dan peta jalan serta manurunkan ke tingkat pemerintah daerah, terutama di tingkat kabupaten dan kota. Inisiatif pemerintah daerah menjadi penting untuk memasukkan prioritas menciptakan masyarakat damai dalam RAD SDGs di masing-masing daerah.
Sedangkan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kementerian Ketenagakerjaan, Sumas Sugiarto menyatakan kegiatan ini mengokohkan praktik terbaik dari Pondok Pesantren. Pencegahan radikalisme tidak hanya di seminar namun juga di pesantren.
Menurut Sumas, pondok Pesantren terbukti berperan dalam menjaga harmoni kehidupan di masyarakat, misalnya melalui haul, selamatan, ziarah kubur dan kegiatan-kegiatan religius lainnya.
“Propaganda radikalisme telah menyebar melalui ajakan masif, dengan sasaran utama kalangan masyarakat dengan tingkat ekonomi yang rendah,” kata Sumas.
Hal senada disampaikan Eko Sulistyo, Deputi IV Bidang Komunikasi Politik Kantor Staf Presiden. Eko menyampaikan saat ini Indonesia Indonesia tengah menghadapi tantangan ekonomi politik, sosial budaya dan narasi kebangsaan yang saling bertautan. Selama ini Presiden sudah memprioritaskan penurunan ketimpangan dalam perencanaan pembangunan nasional.
“Penurunan ketimpangan merupakan upaya pemerintah untuk mengurangi jumlah kemiskinan serta dan karenanya dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk meredam radikalisme,” ujarnya.
As’ad Ali, mantan Wakil Ketua PBNU, mengatakan Indonesia mempunyai kultur dan sejarah kuat dalam toleransi antar warga. Syarat pembangunan berkelelanjutan adanya toleransi yang terpelihara.