Menaker Tegaskan Moratorium TKI ke Timteng demi Perlindungan
jpnn.com, JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri menyatakan, keputusan pemerintah melakukan moratorium penempatan tenaga kerja Indonesia (TKI) sektor informal (pembantu rumah tangga) ke seluruh negara kawasan Timur Tengah merupakan bagian dari melindungi pekerja migran. Selain itu, moratorium juga untuk memperbaiki tata kelola perlindungan terhadap TKI.
Hanif menyampaikan hal itu pada rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (7/2). “Moratorium adalah bentuk dari melindungi pekerja migran Indonesia dari risiko di negara tujuan,” kata Hanif dalam raker yang dipimpin Wakil Ketua Komisi IX DPR Syamsul Bachri itu.
Lebih lanjut Hanif menjelaskan, latar belakang moratorium adalah belum adanya regulasi mengenai perlindungan pekerja migran di negara penempatan. Menurutnya, negara-negara di Timur Tengah belum memiliki mekanisme penyelesaian masalah pekerja migran.
Di sisi lain, kata Hanif, pemerintah Indonesia melihat pemerintah negara–negara di Timur Tengah belum memiliki komitmen kuat dalam memberikan perlindungan kepada pekerja migran. Merujuk pada tingginya kasus yang menimpa pekerja Indonesia di kawasan tersebut, Hanif lantas menerbitkan Peratuan Menteri Nomor 260 Tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia pada Pengguna Perseorangan.
Inti peraturan tersebut adalah menghentikan pengiriman pekerja migran, khususnya sektor pembantu rumah tangga di seluruh negara Timur Tengah. Negara di Timur Tengah yang termasuk dalam moratorium itu adalah Arab Saudi, Aljazair, Bahrain, Kuwait, Irak, Lebanon, Libia, Maroko, Mauritania, Mesir, Oman, Sudan, Qatar, Palestina, Suriah, Tunisia, Uni Emirat Arab, Yaman dan Yordania.
Selama moratorium, pemerintah Indonesia terus mendorong negara di kawasan tersebut untuk memperbaiki aturan/tata kelola penempatan dan perlindugnan pekerja migran dan memiliki mekanisme penyelesaian yang jelas jika terjadi masalah yang menimpa pekerja migran Indonesia. Pemerintah juga melakukan peninjauan nota kesepahaman (MoU) dengan negara tujuan penempatan.
Dalam trangka memperbaiki tata kelola perlindungan pekerja migran, pemerintah Indonesia mengajak kepada negara tujuan untuk membangun sistem penempatan dan perlindungan melalui one channel system antara Indonesia dengan negara tujuan. Indonesia juga menambah jumlah Atase Ketenagakerjaan di negara-negara yang banyak menerima pekerja asal Indonesia. Semula hanya ada lima Atase Ketenagakerjaan, kini menjadi sebelas.
Hanif menambahkan, pemberlakukan moratorium juga sesuai amanat Pasal 31 UU Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI). Ketentuan itu menyatakan, penempatan pekerja migran Indonesia hanya dapat dilakukan ke negara tunjuan yang telah memiliki peraturan perundangan yang melindungi tenaga kerja asing, perjanjian bilateral dan jaminan sosial.(eno/jpnn)