Menelusuri Jejak Ibrahim, Penata Bunga yang Lenyap Bersama Ledakan Bom
Dari Hotel Mulia, Pindah ke Hilton, lalu Ritz-CarltonSabtu, 25 Juli 2009 – 11:30 WIB
Melihat kusamnya bangunan sepertinya hunian itu sudah lama ditinggalkan. Pintu depan dan jendela, baik lantai satu maupun dua, dibiarkan terbuka. Meja, kursi, dan aneka perabot di ruang dapur telah terlapisi debu tebal. Sofa di ruang tamu pun sudah jebol. Buku-buku dan perkakas yang rusak diletakkan begitu saja di atasnya. Penulis mencoba mengamati lembar-lembar kertas dan buku itu.
Lantai dua, selain menjadi tempat menaruh ranjang dan kasur, juga menjadi semacam perpustakaan kecil. Dinding-dindingnya lama tidak disentuh cat. Di bagian barat terdapat coretan tangan berupa sketsa gedung bertingkat (tower Ritz-Carlton?) dan gambar kartun bertulisan "Mati Bebi?. Ada rak buku lima tingkat dengan buku-buku berserakan. "Dulu bukunya banyak. Tapi, karena sudah lama ditinggal, diambil orang-orang untuk dijual," ujar salah seorang warga.
Di rumah itu, Ibrahim tinggal sejak usia SMP. Rumah itu memang dibeli Ahmad Rodhin Dja?far sekitar 20 tahun lalu. Rumah tersebut kemudian ditempati lima orang. Yakni, Rodhin dan istri plus tiga anaknya: Ibrohim Muharram, Muhammad Syukri, dan Mualif Suni. "Mereka sebenarnya punya lima anak, tapi yang ikut di sini cuma tiga. Ibrahim di sini biasa dipanggil Aam. Namanya kan Ibrahim Muharram. Panggilnya Aam," kata Ketua RT 3, RW 7, Tubagus Rudi