Mengapa Hoaks Penculikan Anak Muncul di Akhir Tahun?
jpnn.com, JAKARTA - Polri masih mendalami penyebaran hoaks enculikan anak yang sebagian besar dilakukan ibu-ibu. Karena adanya penyebaran hoaks lintas negara yang begitu mirip, Polri mencoba mendeteksi kemungkinan hoaks tersebut by design atau didesain seseorang.
Kadivhumas Polri Irjen Setyo Wasisto menjelaskan, ada informasi bahwa hoaks penculikan ini polanya muncul saat akhir tahun. Ini yang menjadi tanda tanya. ”Perlu untuk didalami,” terangnya ditemui di kantor Divhumas Polri, Senin (12/11).
Kondisi ditemukannya hoaks yang mirip antara Indonesia dengan India, membuat Polri akan berupaya akan bertindak bila memang menemukan indikasi hoax tersebut by design. ”Kalau ada yang mendesain tentu akan diketahui,” tuturnya.
Menurutnya, pengguna internet di Indonesia mencapai 240 juta orang. Jumlah sebanyak itu, tapi sebagian besar tidak memiliki kemampuan dan edukasi yang baik dalam memahami teknologi informasi. ”Makanya, hoaks itu terus disebar dan bermunculan,” paparnya.
Untuk menghentikan hoaks, lanjutnya, seharusnya muncul gerakan yang massif di Indonesia. Untuk memberikan pemahaman dan kemampuan dalam menggunakan teknologi. ”Ini eranya revolusi industry 4.0, integrasi big data dan artificial intelijen. Sangat-sangat perlu orang memahami teknologi informasi,” jelasnya.
Menurutnya, gerakan yang masih ini bisa dimulai oleh pemerintah sekaligus masyarakat. Yang paling penting, masyarakat akhirnya mengetahui bagaimana menghadapi hoax. ”Yang utama ibu-ibu itu harusnya diberikan pemahaman,” urainya.
Sebelumnya, ada 16 tersangka kasus hoaks penculikan anak. Yang memprihatinkan tersangka penyebar hoaks itu didominasi ibu-ibu. Hoaks tersebut memanfaatkan rasa kekhawatiran dari masyarakat. (idr)