Mengapa Militer Filipina tak Kunjung Bisa Sepenuhnya Merebut Marawi?
jpnn.com - Pendekatan militeristik Presiden Filipina Rodrigo Duterte untuk menghadapi lawan yang hanya puluhan jumlahnya, terbukti belum membuahkan hasil. Yang terjadi justru krisis kemanusiaan.
---
Kekuatan kelompok militan diperkirakan hanya 50 orang. Kota pun sudah hampir kosong karena sekitar 90 persen warga mengungsi. Dan, bombardir dari darat dan udara telah dilakukan hampir sepekan.
Tetapi, mengapa militer Filipina tidak kunjung bisa sepenuhnya merebut Marawi setelah berperang dengan kelompok militan Maute sejak Selasa lalu (23/5)?
Brigjen Restituto Padilla, juru bicara militer Filipina, beralasan bahwa pihaknya kesulitan karena lawan menggunakan tameng hidup dengan menyandera warga sipil.
’’Sebenarnya kami sudah berusaha maksimal menghindari bentrokan berskala besar. Tetapi, militan-militan itu memaksa kami melakukan serangan bersenjata karena mereka menggunakan permukiman warga dan gedung pemerintah sebagai tempat bersembunyi,’’ katanya.
Manila boleh menumpahkan segala tuduhan kepada kelompok militan. Tetapi, krisis di ibu kota Provinsi Lanao del Sur, Kepulauan Mindanao, tersebut sekali lagi memperlihatkan kegagalan pemerintah menegakkan ketertiban dan keamanan.
Juga sedikit memberikan gambaran mengapa Mindanao selama puluhan tahun terakhir tidak pernah bisa benar-benar reda dari konflik bersenjata.
Yang pasti, pemicu konflik di berbagai sudut Mindanao, termasuk Marawi, sangat kompleks. Di antaranya, geografi yang sulit, sentimen agama, intervensi dari luar, dan pendekatan kultural yang tidak mulus dari Manila.
Pemerintah Filipina menyatakan, sedikitnya ada lima benteng pertahanan Maute di Marawi. Di persembunyian mereka itu, militan mengibarkan bendera dengan latar hitam dan bertulisan Arab mirip bendera ISIS.