Mengharukan, Warga Dayak dan Madura Menangis
Dia menuturkan, pihaknya sudah dua kali tampil bersama seniman Suku dayak. Pertama, tampil pada 2001 bersama kepala Suku Dayak. Kedua, tampil dalam acara Jogja Sounds of Archipelago, Kamis (28/7) di Institut Seni Indonesia (ISI) Jogjakarta.
Di balik perpaduan musik dua suku tersebut, terselip tujuan yang ingin dicapai kaum seniman. Yakni, perdamaian.
Pesan yang ingin disampaikan adalah konflik yang pernah terjadi antara Suku Dayak dan Madura tidak akan terulang lagi. Sehingga, Madura dan Dayak kembali bersatu seperti dulu kala. Damai, indah, sebagai warga sebangsa setanah air.
”Kata orang-orang setelah menyaksikan pementasan kami, mendoakan semoga bisa mempersatukan kembali Suku Dayak dan Madura,” jelasnya.
Dia juga berharap, konflik yang pernah menjadi catatan pahit tersebut bisa tenggelam dengan adanya seni dan budaya. Seperti slogan Bhineka Tunggal Ika, meski berbeda, tetapi tetap satu: bangsa Indonesia.
”Persatuan itu bisa terjadi karena budaya. Saya selalu yakin itu,” ujar Sudarsono.
Sementara itu, penggagas kolaborasi budaya dan seni musik antaretnis ini juga putra Madura. Dia adalah Memet Choirul Slamet, warga Rong Dhalem, Kecamatan Kota Bangkalan.
Kepada Jawa Pos Radar Madura (JPRM) pria yang jadi dosen musik etnis ISI Jogjakarta itu mengaku, sengaja menggabungkan seni Madura dan Dayak. Selain untuk melihat indahnya keragaman budaya, juga bertujuan menutup rapat luka lama akibat konflik dua suku tersebut.