Mengurangi Emisi Karbon, Mobil Hybrid Layak Dapat Tambahan Insentif
jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengkaji pemberian tambahan insentif mobil hybrid atau hybrid electric vehicle (HEV) di luar PPnBM 6 persen.
Konsep Kemenperin, yang menjadi dasar pemberian insentif adalah emisi karbon yang dikeluarkan HEV. Semakin rendah emisi, mobil hybrid layak diberikan insentif, meski bentuknya belum dirumuskan.
Pengamat Otomotif LPEM Universitas Indonesia, Riyanto menuturkan, saat ini, menjual satu mobil listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV) lebih sulit ketimbang dua HEV.
Oleh sebab itu, penjualan HEV perlu didorong, lantaran emisi dua mobil jenis ini sama seperti satu BEV.
“Saat ini, BEV mendapatkan insentif BBN dan PKB. Saya kira ini bisa dipertimbangkan juga ke hybrid, karena bisa mengurangi emisi sampai 50%. Jadi, mobil hybrid layak mendapatkan tambahan insentif,” kata Riyanto dalam diskusi bertajuk Otomotif, Ujung Tombak Dekarbonisasi Indonesia, Selasa (8/8).
Menurut dia, mobil hybrid pas digunakan di era transisi menuju netralitas karbon pada 2060. Alasannya, harga BEV saat ini mahal, berkisar Rp 600-700 jutaan, sehingga pasarnya tipis.
Dia menilai, harga HEV tujuh dan lima penumpang kini lebih mendekati ICE. Dengan demikian, hybrid bisa diandalkan untuk mengurangi emisi di era transisi.
Sementara itu, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kemenperin Taufiek Bawazier mengakui, HEV memang dapat mengurangi emisi secara signifikan. Bahkan, saat ini, ada model HEV dengan emisi mencapai 75 gram/kilometer (km).