Menimbang Kesiapan Penutupan Lokalisasi Dolly
Pemkot Tahun Depan, Warga Minta Lima TahunSenin, 01 Juli 2013 – 19:09 WIB
Belum lagi, keberadaan wisma-wisma itu cukup menguntungkan untuk operasi kampung. Besarannya di tiap RW berbeda. Mulai Rp 5 juta hingga Rp 18 juta per bulan. ''Tak ada tarikan iuran lagi di masyarakat. Kami gunakan dana tersebut untuk pembangunan fisik. Ya untuk pembangunan gapura atau sarana masyarakat yang rusak,'' ucap Mulyono. Selain itu, untuk aktivitas PKK seperti vaksinasi dan imunisasi. Belum lagi untuk sumbangan sosial, seperti kematian.
Bagaimana dengan dampak buruk sosial lokalisasi terhadap warga? Lima ketua RW tersebut kompak menjawab, tidak ada masalah apa-apa. ''Memang anak-anak kecil di sini sudah melihat hal yang tak seharusnya dilihat. Orang mabuk joget-joget dengan menggandeng dua-tiga perempuan nakal menjadi hal biasa. Tapi, itu bergantung pada cara kami melindungi anak-anak,'' kata Ketua RW XI Jarak Satohari.
Mereka mengaku sudah punya cara untuk membentengi anak-anak. ''Lihat, bahkan anak saya itu merokok pun tidak mau,'' kata Tamsir seraya menunjuk putranya yang berusia 20 tahun. Menurut dia, ada kecenderungan anak-anak warga asli tersebut selalu tidur awal, paling lama pukul 21.00. Bahkan, Tamsir mengatakan bahwa warganya bisa dibandingkan dengan kampung lain. Tingkat kegiatan masyarakat negatif seperti minum-minum di lingkungannya tergolong minim. ''Memang lingkungan kami tempat minum-minum, tapi kalau mau didata, nyaris tidak ada warga kami yang suka minum,'' tambahnya.
Soal kegiatan agama pun, para ketua RW itu mengklaim tidak ada masalah. ''Sekarang datang saja sore. Akan terlihat seperti di kampung-kampung biasa. Kegiatan TPA di musala-musala berjalan, tidak ada masalah,'' tambahnya.