Menlu Amerika Serikat Mengaku Kerap Keterlaluan kala Menyadap
jpnn.com - WASHINGTON - Praktik penyadapan Badan Keamanan Nasional (NSA) terhadap negara-negara sekutu Amerika Serikat (AS) di Eropa masih menjadi bahasan utama media. Kamis (31/10) Menteri Luar Negeri John Kerry mengakui bahwa Negeri Paman Sam memang terkadang berlebihan dalam melakukan spionase.
Kerry merupakan politikus pertama AS yang mengakui adanya faktor lebay dalam aktivitas intelijen pemerintahannya. Salah satunya adalah menyadap telepon genggam Kanselir Jerman Angela Merkel dan konon 34 pemimpin dunia yang lain. Tapi, dia meyakinkan bahwa NSA melakukan penyadapan tersebut demi kepentingan negara-negara sekutu juga.
Kepada media, Kerry menegaskan, AS menyadap komunikasi via telepon dan e-mail sejak 2001. Tapi, dia tidak menyebutkan tokoh atau negara yang menjadi sasaran penyadapan NSA. Hanya, seiring berjalannya waktu, praktik itu kadang terlalu ekstrem. "Beberapa kali memang agak berlebihan," ujarnya tanpa menjelaskan lebih terperinci.
Kerry menyebut tragedi 11 September 2001 alias 9/11 sebagai faktor utama lahirnya penyadapan. Selama ini Washington menyatakan, spionase itu merupakan salah satu upaya untuk mencegah terulangnya serangan teror yang dilancarkan Al Qaeda tersebut. Apalagi, setelah 9/11, beberapa negara Eropa sempat menjadi sasaran teror serupa. Misalnya, bom London dan bom Madrid.
Dalam kesempatan itu, Kerry menegaskan bahwa NSA tidak punya tujuan buruk melalui penyadapan mereka. Dia juga menjamin AS tidak akan mengulangi penyadapan yang diterapkan NSA terhadap Merkel itu. "Saya bisa memastikan, tidak ada warga awam yang dirugikan dalam praktik ini. Kami hanya berupaya menghimpun informasi. Dan, kadang-kadang, upaya itu melanggar batas kesopanan," terangnya.
Kendati demikian, seperti janji Presiden Barack Obama, Kerry yakin AS akan berubah. "Presiden kami berusaha memberikan penjelasan terperinci tentang semua ini kepada publik. Saat ini kami sedang mengevaluasi untuk memastikan bahwa tidak ada satu pun individu yang dirugikan dalam praktik ini," tegasnya. Dia menambahkan, NSA melancarkan aksinya secara random, tanpa menyasar target tertentu.
"Ada begitu banyak lokasi yang menjadi target teror di dunia ini. Karena itu, AS dan negara-negara yang lain memutuskan untuk bekerja sama demi mencegah serangan-serangan potensial itu," kata tokoh 69 tahun tersebut.
Dia kembali menegaskan bahwa dalam aksi itu AS tidak sendirian. Sejauh ini, langkah preventif AS tersebut cukup berhasil mencegah teror di dalam negeri.