Menteri ESDM: Indonsia Krisis Listrik
jpnn.com - JAKARTA - Pemerintah perlu memberi perhatian khusus pada pertumbuhan listrik di tanah air. Apalagi, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menyebut Indonesia sudah memasuki krisis kelistrikan.
Solusi dengan membangun pembangkit listrik dengan total daya 35 ribu MW ternyata juga tidak mudah.
Status krisis itu disampaikan Sudirman saat rapat dengan Komite II DPD di kompleks DPR. Krisis yang berpangkal kekurangan pasokan listrik terjadi di sejumlah daerah. Yang paling dikhawatirkan adalah pulau Sumatera dan Kalimantan.
"Pertumbuhan konsumsi listriknya sangat cepat. Kita sudah alami krisis listrik dan kita layak khawatir," kata Sudirman, kemarin (26/11).
Menteri asal Brebes, Jawa Tengah itu menambahkan, cepatnya konsumsi listrik tidak diimbangi dengan penambahan pasokan listrik yang cukup. Kawasan Jawa-Bali yang infrastrukturnya lebih baik ternyata tidak juga menggembirakan. Meski memiliki cadangan listrik antara 25-30 persen, juga kerap mengalami pemadaman.
Byar pet di Jabodetabek menjadi contoh bahwa memiliki cadangan tidak menjamin listrik nyala terus. Itulah kenapa, Sudirman menyebut kondisi pemadaman di luar Jawa-Bali menjadi lebih mudah terjadi.
Dari data yang dikemukakan Sudirman, ada tiga wilayah tertinggi krisis listriknya. Di kawasan Sulawesi Utara, Sulawesu Tenggara, dan Gorontalo misalnya, minus 6,8 persen. Lantas, kawasan Sumatera Utara dan Aceh yang defisit listriknya sampai minus 9 persen. Sedangkan angka tertinggi terdapat di kawasan Bangka dengan minus 10,8 persen.
Pemerintah, lanjut Sudirman, bukan tinggal diam melihat fakta itu. Salah satu solusi yang dikerjakan adalah membangun pembangkit listrik dengan total kapasitas daya 35 ribu MW.
"Tapi, itu butuh waktu yang cukup lama. Membangun satu unit generator saja butuh waktu 3-4 tahun. Jadi bagi yang sekarang masih byar pet, apa boleh buat," tuturnya.
Salah satu cara instan dengan menggunakan diesel sebenarnya sudah masuk rencana. Tapi, tidak populer karena ongkos produksinya sangat mahal. Menurut kalkulasi Kementerian ESDM, setiap kWh listrik diesel membutuhkan biaya Rp 3 ribu. Ongkos itu makin terasa berat kalau dibandingkan dengan gas yang hanya Rp 655 per kWh.
Selain itu, dia juga mengatakan banyak hambatan di PLN selaku pelaksana program kelistrikan. Tiga hal yang menonjol adalah soal perizinan, lahan, dan persoalan pemerintah daerah. Untuk mengatasi, Kementerian ESDM membuka keran komunikasi dengan kementerian atau lembaga terkait.
Masalah lain adalah soal isu tarif. Itu diakui Sudirman sebagai salah satu hal yang membuat industri listrik lemas. "Sebagai negara yang baru menjalankan program elektrifikasi besar-besaran, begitu menentukan tarif, banyak yang tidak menarik perhatian," tuturnya.
Untuk capaian kinerja Kementerian ESDM di 2014, Sudirman mengatakan realisasi program percepatan pembangunan pembangkit atau fast track program (FTP I) sampai November 2014 sebesar 7.368 MW.
Sedangkan untuk program FTP II, direalisasi denhan diresmikannya PLTP Patuha yang mampu memberikan pasokan 55 MW pada 8 Oktober 2014 lalu. (dim/agm)