Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Menu Mandoti

Oleh: Dahlan Iskan

Senin, 21 Maret 2022 – 08:08 WIB
Menu Mandoti - JPNN.COM
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - INI kafe modern. Tapi menyajikan menu Songkolo Pulu Mandoti.

Saya mencicipi menu itu kemarin pagi. Usai senam dansa di Makassar. Di depan kafe itu: BEN'Z Cafe. Dekat lapangan Karebosi. Bersama sebagian peserta Munas Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) yang lagi kumpul di Makassar.

Menu Mandoti
Menu Mandoti yang terbuat dari Beras Mandoti khas Enrekang. Ilustrasi Foto: Disway.if

Baca Juga:

Itu nasi ketan. Tapi bukan ketan. Nasinya warna merah. Tapi tidak terbuat dari beras merah yang teksturnya karau.

Bahan baku nasi di menu itu: Pulu Mandoti. Beras Mandoti. Beras khusus yang hanya tumbuh di pedalaman Sulsel: Enrekang. Bahkan tidak semua wilayah Enrekang bisa ditanami Pulu Mandoti. Hanya di Salukanan.

Beras ini mahal sekali: satu kilogram Rp 60.000. Di pasar Makassar dijual literan. "Per liter Rp 80.000," ujar Anto, pedagang beras yang saya hubungi. Sudah lebih 30 tahun Anto jualan Mandoti.

Baca Juga:

Kesaksian saya: enak sekali. Disajikan dengan kelapa parut mirip serundeng. Juga dengan irisan-kentang-goreng-kering-kecil-kecil, sekecil gagang cabe.

"Lho ini kan nasi ketan?" kata saya.

Universitas Hasanuddin sudah melakukan penelitian. Kandungan Mandoti memang lebih bagus dari beras merah.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News