Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Menunggu Panen Durian Montong Boyolali

Selasa, 17 Desember 2013 – 10:04 WIB
Menunggu Panen Durian Montong Boyolali - JPNN.COM
Foto: Pertamina for JPNN.com

jpnn.com - DURIAN Monthong selalu identik dengan negeri Gajah Putih Thailand. Ya, setiap nama Durian Monthong disebut maka di kepala kita langsung muncul Thailand. Durian Monthong dan Thailand bak dua sisi mata uang yang tak terpisahkan.

Tapi jangan kaget, bukan hal mustahil bila suatu saat Durian Monthong juga akan lekat dengan Boyolali, salah satu kabupaten di Jawa Tengah. Ini sangat mungkin terjadi karena saat ini Kabupaten Boyolali, yang selama ini dikenal sebagai daerah penghasil sapi serta susu segar, juga mengembangkan perkebunan Durian Monthong.

Pengembangan durian varietas legendaris dari Thailand ini dilakukan oleh para petani yang tinggal di wilayah bawah lereng Gunung Merapi dan Merbabu, tepatnya di Desa Karanganyar, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali. Petani daerah setempat mulai merintisnya sejak tahun 2011 dengan menggarap lahan seluas 20 hektare yang merupakan tanah milik kas daerah sekitar tujuh hektare dan sisanya milik petani. Dari luasan lahan tersebut, terdapat sekitar 2.800 pohon durian dengan jarak penanaman 8x8 meter yang dijamin mendapatkan pengairan dari waduk mini yang dikhususkan untuk penyiraman pohon.


Durian Monthong Pembawa Harapan

Pardi (40), petani yang tinggal di Dukuh Karanganyar, Desa Karanganyar Kecamatan Musuk mengaku selama ini hanya mengandalkan produksi palawija di lahan tadah hujannya. Pada saat musim penghujan dan tanah masih gembur, tanaman palawija andalannya biasanya jagung, kacang tanah, dan kacang panjang.

"Tapi kalau kemarau, ya 'nganggur' tanah ditanami apa pun karena tanah keras sehingga tidak dapat ditanami," kata ayah dua anak ini. Pardi mengaku dari luas lahan yang dimiliki sekitar 2.000 meter yang ditanami palawija tersebut, jika dirata-rata penghasilan bulanan yang diperoleh sekitar Rp200 ribu saja.

Di dukuh tetangga Pardi tinggal, Dukuh Setro di desa yang sama, Suryanto (38), juga mengakui hal yang sama,  dari 1.000 meter persegi lahan yang dimilikinya hanya menghasilkan pada saat musim hujan dan saat tanah masih dapat digarap. Sementara pada saat kemarau, sebagian besar tanah garapan miliknya juga petani yang lain tidak ditanami apa pun. Tanaman yang dapat bertahan dengan baik adalah tanaman keras seperti sengon serta tanaman ketela pohon.

Wilayah Desa Karanganyar yang berada di lereng gunung, menjadikan warganya senantiasa mengalami kesulitan pasokan air saat musim kemarau. Untuk membuat sumur bor sebagai sumber pengairan, dengan kedalaman kedalaman 50 meter hingga 100 meter, dibutuhkan biaya yang sangat besar, sekitar Rp125 juta sampai Rp150 juta. Jumlah yang sangat sulit untuk dipenuhi oleh petani seperti Pardi dan Suryanto yang penghasilan bulanannya hanya Rp200 ribu perbulan. Untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari, bukan untuk pengairan tanaman, warga terpaksa membeli air bersih seharga Rp90 ribu  pertangki (sekitar 5 ribu liter).

DURIAN Monthong selalu identik dengan negeri Gajah Putih Thailand. Ya, setiap nama Durian Monthong disebut maka di kepala kita langsung muncul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close