Menurut Ahmad Basarah, Medsos Telah Ambil Alih Pembentukan Karakter Bangsa
Terhadap menguatnya fenomena tersebut, Basarah kembali mengingatkan bangsa Indonesia sudah punya Pancasila sebagai filter nya. Sehingga perlu mendorong masuknya kembali Pancasila sebagai mata pelajaran wajib dan pokok dalam seluruh jenjang pendidikan.
BACA JUGA: HNW Berharap Santri Dapat Mengabdi pada Tiga Ibu
Di sinilah peran penting Perguruan Tinggi dalam upaya pembentukan mental dan karakter bangsa (Nation and Character Building). Basarah bersyukur bahwa visi besar Uhamka adalah memadukan nilai-nilai agama Islam dengan semangat kebangsaan dalam bingkai negara Pancasila. Sehingga output-nya nanti adalah melahirkan cendikiawan berintegritas yang cinta pada agama dan cinta tanah air.
"Kampus harus menjadi kawah candradimuka tempat menggembleng generasi penerus bangsa. Untuk bisa membentuk mental dan karakter bangsa maka diperlukan guru berkarakter, berilmu, berwawasan kebangsaan dan ber-akhlaqul karimah. Dan Uhamka telah menerapkan hal tersebut," jelas Basarah.
Selain itu, peran keluarga dalam memberikan pendidikan keagamaan dan literasi digital juga penting karena keluargalah institusi utama tempat proses sosialisasi seseorang terbentuk. Terakhir, peran pemerintah baik dalam memberikan edukasi, membuat regulasi maupun melakukan pengawasan yang proporsional di media sosial. “Agar generasi muda kita terlindungi dan punya daya tahan ideologis yang kokoh,” tegasnya.
Di lokasi yang sama Rektor Uhamka Prof. Dr. H. Gunawan Suryoputro, M. Hum, membeberkan konsistensi persyarikatan Muhammadiyah dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan terus berkontribusi melalui lembaga pendidikan.
Upaya ini dilakukan sebagai bentuk nyata mengimplementasikan cita-cita proklamasi sebagaimana tertera dalam Pembukaan UUD NRI 1945.
"Kita punya 166 perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Kontribusi Muhammadiyah adalah mencetak guru-guru sebagai tenaga pendidik yang menyebar di pelosok tanah air," jelas Rektor Uhamka. (jpnn)