Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Menurut Ketua PBNU, Sejarah Pemilu Berulang, Soeharto Pakai TNI, Jokowi Gunakan Polri

Selasa, 02 April 2024 – 23:24 WIB
Menurut Ketua PBNU, Sejarah Pemilu Berulang, Soeharto Pakai TNI, Jokowi Gunakan Polri - JPNN.COM
Kegiatan Bedah Buku “NU, PNI, dan Kekerasan Pemilu 1971” karya Ken Ward (1972) yang digelar di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (2/4). Foto: Fathan

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Syafieq Alielha menilai pelaksanaan Pilpres 2024 mirip dengan Pemilu 1971 era Orde Baru (Orba). Kemiripannya pada dua edisi pemilu tersebut yaitu sama-sama ada penggunaan instrumen negara.

Pada Pemilu 1971, kata Syafieq, mesin penggeraknya adalah Partai Golongan Karya (Golkar) dan ABRI. Sedangkan, pada Pemilu 2024 atau di rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi) motor penggeraknya adalah Polri.

“Pemilu 1971 mesin yang dipakai adalah pertama tentu saja adalah Golkar dan yang kedua, ABRI. Yang terutama adalah militer, bedanya mungkin kalau pemilu 2024 itu yang terdepannya adalah polisi, bukan TNI-nya,” kata Syafieq di acara Bedah Buku bertajuk NU, PNI, dan Kekerasan Pemilu 1971 karya Ken Ward (1972) di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (2/4).

Syafieq menyampaikan sejarah pada Pemilu 1971 berulang pada Pilpres 2024. Menurutnya, penggunaan alat negara telah berhasil memenangkan pihak tertentu pada kontestasi politik 2024 sebagaimana Golkar yang menang telah pada Pemilu 1971.

“Di buku ini, kita bisa menemukan bukti bahwa ada beberapa hal yang memainkan kenapa Golkar menang begitu telak pada 1971? TNI praktis habis,” tutur Syafieq.

Lebih lanjut Syafieq menuturkan adanya intimidasi yang dilakukan ABRI kepada para kiai di Pemilu 1971. Tindakan dugaan intimidatif juga diduga dilakukan aparat pada Pemilu 2024.

“Saya menemukan banyak cerita dari orang-orang tua kami bagaimana pemilu 1971 sampai itu kiai-kiai yang banyak sekali diintimidasi oleh Koramil, oleh Kodim. Dan waktu itu sudah ada Babinsa. Jadi, hasil dari peristiwa 1965, 1966, itu memang kemudian tentara itu benar-benar menempatkan pasukannya di wilayah-wilayah teritorial,” ungkapnya.

Syafieq juga menyoroti soal rencana pembentukan 22 komando daerah militer (kodam) di era Jokowi. Menurutnya, rencana tersebut rentan disalahgunakan oleh elite-elite dan perwira untuk melakukan kekerasan terhadap rakyat sendiri.

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Syafieq Alielha menyampaikan sejarah pada Pemilu 1971 berulang pada Pilpres 2024.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close