Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Menyulap Tulang dan Kulit Ikan Jadi Kerajinan Tangan

Jadi Cenderamata Khas Kepri, Dikoleksi Banyak Menteri

Senin, 01 Desember 2014 – 10:35 WIB
Menyulap Tulang dan Kulit Ikan Jadi Kerajinan Tangan - JPNN.COM

Ikan jebong merupakan jenis ikan yang mudah di dapat di perairan Bintan. Umumnya, karakteristik tulang ikan bernama latin abalistes stellaris ini keras. Begitu juga kulitnya yang tebal. Tak heran bila kemudian ikan jebong menjadi ikan favorit kedua setelah ikan lebam untuk dibakar. Namun, usai menyantap ikan, sudah tak terpikirkan lagi untuk memanfaatkan tulangnya. Tapi, tidak bagi Erwandi. "Setiap ada orang habis bakar ikan jebong, selalu saya tanya, tulangnya dibuang kemana. Karena saya berpikir ada satu karya yang bisa saya hasilkan dari tulang ikan jebong," tutur Erwandi. 

Setelah terkumpul sejumlah tulang ikan jebong, oleh Erwandi, direbusnya tulang itu selama dua sesi. Butuh waktu yang tak sebentar untuk membuang bau amisnya. "Paling tidak setengah hari," ungkapnya. Setelah amis lenyap, baru jemari Erwandi menerjemahkan visi sebuah cenderamata yang sudah lama berkelebat di kepalanya. 

Visi itu berupa membuat miniatur kapal layar. Tulang-tulang ikan, pikir Erwandi, bisa dijadikan sebagai tiang maupun rusuk-rusuk kapal. Tapi, untuk lambung kapal, diperlukan aksesori lain. Pilihan Erwandi kemudian jatuh kepada tulang ikan sotong yang berbentuk pipih. "Saya baru ingat saat itu, kalau pernah lihat banyak tulang sotong mengapung di pelabuhan Kijang. Daripada mengotori laut, bagus saya kumpulkan," kenang Erwandi, yang jarak rumahnya dengan pelabuhan bongkar-muat terbesar di Bintan itu hanya sepelemparan batu saja. 

Tapi rupanya, tulang ikan jebong dan sotong belum cukup. Dibutuhkan aksesori pelengkap untuk dibuat menjadi layar kapal. Tentu harus berbentuk lempeng dan datar. Tentu akan lebih mudah bila menggunakan lempeng seng, triplek, atau kain kasar. Tapi, Erwandi punya pendapat lain. "Saya sudah komitmen ingin bikin sesuatu yang murni bahan bakunya dari laut. Dari sesuatu yang tak terpakai," ungkapnya. 

Memenuhi keinginan itu, cangkang kerang cokelat seukuran telapak tangan orang dewasa yang pernah Erwandi lihat di tepi pantai, ia jemput untuk bergabung dengan dua jenis tulang hewan laut yang sudah siap di meja kerjanya. Potong. Lekat. Perhalus. Ketiga aktifitas ini berulang-ulang dilakukan. Dalam waktu kurang dari tiga jam, visi dalam kepala itu sudah mewujud nyata. "Itulah kapal layar tulang ikan pertama saya. Panjangnya itu, kalau tak salah, sekitar 30 sentimeter," kata Erwandi, merunut pengalaman yang sudah dua tahun berlalu. 

Pada mulanya, Erwandi mengaku kurang percaya diri dengan miniatur kapal layar tulang ikan buatannya. Hingga suatu hari, ia memperlihatkan hasil kerja tangannya itu ke seorang teman. "Dia bilang barang saya ini bisa laku dijual. Karena belum ada yang buat," tutur Erwandi. Setelah berulang kali diyakinkan oleh temannya itu, Erwandi pun luluh dan menuruti saran temannya agar memproduksi dalam jumlah yang lebih banyak. 

Lalu bak cendawan di musim hujan. Kerajinan tangan tulang ikan buatan Erwandi kemudian dilirik banyak kalangan. Pernah seorang warga negara Singapura berani membeli miniatur kapal layar karyanya dengan panjang 90 sentimeter seharga Rp 1,5 juta. "Itu penjualan termahal saya untuk satu unit," ungkap Erwandi.

Mantan buruh bangunan ini tak mematok harga mahal untuk setiap kreasinya. Untuk miniatur kapal layar ukuran panjang 30-60 sentimeter, dibanderolnya dari Rp 100-500 ribu. "Tergantung ukuran dan tingkat kesulitannya," ujar Erwandi. Artinya, semakin rumit garapan semakin mahal pula harga yang dipasang. Tapi, itu bukan patokan mati. "Saya kadang-kadang lihat juga siapa yang beli. Kalau sama teman sendiri asal lepas uang rokok jadilah," ucapnya lalu tertawa. Dalam sehari, Erwandi mengaku bisa membuat tiga unit miniatur kapal layar. Namun, ada kalanya bahkan lebih dari itu. Apalagi ketika permintaan sedang tinggi. 

Usai menyantap ikan, jangan keburu dibuang tulangnya. Siapa tahu bisa membawa Anda keliling Indonesia. Seperti yang dialami Erwandi, warga Kabupaten

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close