Menyusuri Kepingan Sejarah Perang Dunia II di Indonesia Timur (1)
MacArthur Sukses Ubah Morotai Jadi Pulau SibukSiang itu Museum PD II yang didirikan menjelang digelarnya event akbar Sail Morotai 2012 tak buka. Saya kemudian memutuskan untuk mencari penginapan di pulau tersebut. Untung, saya menemukan penginapan milik Ikrap Pawane yang putra asli Morotai. Dari dia saya mendapatkan banyak cerita tentang bagaimana dulu puing-puing PD II itu menemani masa kecilnya.
“Ketika SD saya mainnya di pesawat-pesawat Amerika yang ditinggal di landasan terbang. Bahkan, orang tua saya kalau menjemur sagu di sayap pesawat itu,” cerita Ikrap. Namun, pada 1970-an akhir, pihak AS memutuskan untuk mengambil sejumlah kendaraan tempur sisa PD II. Yang ditinggal hanya kendaraan yang rusak.
Warga Morotai menyebut Herlina, tokoh Trikora, berperan atas raibnya kendaraan dan senjata tempur PD II. Selain Herlina, rezim Orde Baru menyebut telah terjadi pengambilan barang-barang peninggalan PD II yang kabarnya dibawa ke Australia. Informasi itu dibenarkan Muhlis Eso, pemerhati sejarah yang konsisten mengumpulkan sisa-sisa peninggalan PD II.
“Oleh warga di sini, barang-barang peninggalan itu dijual sebagai besi tua. Sekilonya hanya dihargai seribu rupiah,” jelas Muhlis.
Muhlis termasuk yang mengambil jalan berbeda dari warga lain. Dia memilih tidak menjual barang-barang peninggalan yang ditemukannya. Bahkan, dia memiliki museum pribadi untuk menyimpan barang-barang temuannya itu. Koleksi Muhlis juga dipinjam untuk mengisi Museum PD II di Morotai. Museum tersebut didirikan untuk menyambut Sail Morotai dan diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Minggu pagi (16/3), bersama dengan Muhlis, saya blusukan ke wilayah di selatan Morotai. Kawasan selatan menyimpan jejak pendaratan pasukan sekutu. Perjalanan kami mulai ke daerah Tanah Tinggi yang berada di dekat pantai. Di semak-semak daerah itu masih tersisa dua tank amfibi LVT-2.
Kendaraan perang itu berada di semak-semak Tanah Tinggi karena rusak ditembaki saat berupaya masuk ke daratan Morotai. Bekas tembakan-tembakan peluru tersebut masih terlihat di tank amfibi itu. Sayang, hanya tersisa bangkai rangkanya. Mesin, rantai, dan perabot lain sudah hilang.
Meski sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, masih terkesan pemda setempat tidak melakukan perawatan yang berarti. Itu bisa dilihat dari bangkai tank amfibi yang menjadi sasaran vandalisme. Belum lagi kondisi sekitar tank amfibi yang ditumbuhi ilalang dan berlumpur.