Merespons Polemik di Desa Wadas, Andi Akmal Bilang Begini
jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin menyesalkan tindakan pemerintah kepada warganya di desa Wadas Kecamatan Bener, Purworejo, Jawa Tengah yang berujung pada ancaman rusaknya tanah untuk pertanian akibat pertambangan.
Politikus PKS ini mengingatkan akan adanya kerusakan Alam yang disebabkan ulah manusia dan banyak sejarah peradaban manusia berujung pada bencana alam yang sangat membahayakan kehidupan makhluk hidup termasuk umat manusia.
“Saya setuju dengan pandangan beberapa lembaga pemerhati lingkungan hidup, di mana rencana eksploitasi tanah bukit desa Wadas akan tetap dilaksanakan akan sangat mengganggu produksi pertanian. Wadas merupakan desa dengan tanah yang diberkahi kesuburan dan pertaniannya sangat produktif menghasilkan produk pertanian maupun perkebunan. Dengan tanah yang sangat subur ini menjadikan masyarakat desa Wadas berprofesi sebagai petani dan bergantung kelangsungan hidupnya pada tanah dan alam,” tutur Akmal, kemarin.
Legislator asal Sulawesi Selatan II ini juga menyayangkan akan tindakan pemerintah yang represif melalui aparat yang dikerahkan di desa ini demi mewujudkan mega proyek senilai Rp 3 triliun pembangunan bendungan tersebut dengan cara pengambilan batu dari bukit di Desa Wadas untuk bahan material timbunan bendungan.
Akmal mengingatkan, bahwa kerusakan ekosistem yang akan terjadi dengan cara melakukan eksploitasi seperti ini akan secara terang-terangan memaksa warga sekitar untuk keluar dari area itu karena sudah tidak ada lagi harapan untuk menggantungkan kehidupannya.
Padahal, semestinya pemerintah melindungi warganya dan memberikan rasa aman dan nyaman dalam menjalankan kehidupannya.
“Masyarakat yang tetap bertahan di daerah ini akan menghadapi kehidupan yang sangat buruk dengan ekosistem yang rusak. Keberkahan kesuburan tanah akan dicabut akibat eksploitasi. Jadi wajar bila warga menolak rencana eksploitasi ini, dan tindakan represif ini menjadi sorotan seluruh masyarakat Indonesia karena sangat berpotensi pelanggaran Hak Asasi Manusia,” kritis Akmal.
Anggota DPR Komisi IV yang bermitra dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ini meminta agar pemerintah meninjau kembali SK Gubernur Jawa Tengah yang menetapkan desa tersebut sebagai lokasi penambangan batuan dan mengevaluasi izin Amdal yang keluar pada 2 Maret 2018 lalu.