Mestinya Evaluasi Buta Aksara tak Hanya Kuantitatif
Jumat, 21 Oktober 2011 – 20:02 WIB
Artinya di sini adalah, lanjut Arif, ada benturan antara materi dan filosofi kehidupan yang lebih luhur. Nilai-nilai ini dikalahkan, lalu orang menganggap kemampuan membaca tidak penting. Mereka berpikir, lebih baik tidak bisa membaca tetapi punya uang. Mereka tidak tahu bahwa dengan membaca nilai-nilai luhur dari bangsa dan kehidupan itu yang harus lebih dipegang.
“Kalau materi atau uang tidak sustainable (berkelanjutan), tetapi kalau nilai-nilai sustainable. Itu sebabnya, perdamaian dan pembangunan karakter tidak bisa hanya dicapai di sekolah-sekolah yang hanya mementingkan nilai akademik. Harus diukur pada sikap-sikap pribadi seperti kejujuran, bertanggungjawab, dan lain sebagainya,” imbuhnya. (cha/jpnn)