Mestinya, KPK yang Tangkap Anggodo
Rabu, 04 November 2009 – 17:32 WIB
Dijelaskan Edy Sitanggang, kasus dugaan korupsi di Dephut yang diduga melibatkan bos Masaro itu sebenarnya sudah ditangani KPK sejak 2008. Langkah pengusutan KPK berdasar temuan BPK yang menemukan dugaan kerugian negara Rp13 miliar, dari total nilai proyekRp160 miliar. Saat itu, KPK juga sudah melakukan pemanggilan sejumlah saksi dari Dephut, termasuk Menhut MS Kaban juga sudah dimintai keterangan sebagai saksi. "Namun, setelah itu kasusnya seolah-olah olah raib," ujar Edy.
Baru 10 bulan kemudian, setelah Antasari Azhar ditahan dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, kasus itu kembali dibuka, dimana Anggoro yang tanpa pernah dipanggil KPK tiba-tiba dijadikan tersangka dan dinyatakan sebagai buron. Kepada JPNN usai rapat, Edy mengatakan, Antasari memang meninggalkan sejumlah kasus yang saat ini menjadi bom waktu. Dia mengatakan, KPK di bawah pimpinan Antasari melakukan praktek tebang pilih. Sebuah kasus ditangani sekedar untuk menakut-nakuti pejabat lain yang korupsi. "Ada kasus Anggoro, ada kasus pengadaan damkar. Sepertinya, Antasari ini menggunakan teori 'potong ayam di depan monyet'. Tapi harapannya, agar monyet-monyet itu datang kepadanya," ujar Edy.