Mestinya Napi Dipindahkan ke Nias
Kembali ke Neta. Menurut aktivis yang juga 'anak Medan' ini, sebenarnya pemicu utama rusuh di lapas karena perlakuan diskriminatif yang ditunjukkan para petugas lapas.
Selama ini, kata Neta, napi-napi berkantong tebal bisa memilih untuk ditempatkan di lapas-lapas yang ada di perkotaan. Fasilitasnya pun berlimpah. Berbeda dengan napi kere, yang dibuang di lapas-lapas non perkotaan, dengan fasilitas minim.
"Napi tak punya uang, untuk mendapatkan air saja susah. Sementara napi berkantong tebal, air melimpah ruah. Ini menimbulkan kesenjangan, yang memicu emosi dan terjadilah kerusuhan," kritik Neta.
Karenanya, Neta menantang jajaran Ditjen PAS dan Kanwil-kanwil, untuk berani melakukan perombakan besar-besaran. "Napi berkantong tebal juga harus disebar di lapas-lapas terpencil," ujarnya.
Untuk pengamanan, Neta menyarankan, pihak Ditjen PAS juga harus menjalin kerjasama dengan aparat kepolisian secara berjenjang, mulai Polsek dan Polres. "Sehingga polisi punya kewenangan untuk melakukan patroli di lapas-lapas. Ketika ada kerawanan, bisa langsung diantisipasi," kata Neta.
Jika pihak kepolisian merasa kewalahan saat menghadapi napi, barulah kepolisian minta bantuan TNI.
Jangan sampai, kata Neta, pengamanan oleh TNI atas permintaan napi, bukan atas permintaan polisi. "Napi itu orang yang sudah melakukan kejahatan dan sedang dihukum. Jangan permintaan-permintaan mereka dituruti. Jangan petugas lapas diatur-atur napi," pungkasnya. (sam/jpnn)