Mewujudkan Smart Nation Saat Momentum New Normal
Sebagai contoh, sambungnya, menghadiri kelas pemantapan bahasa bisa membantu angkatan kerja muda untuk bekerja dalam lingkungan multikultural dan bisa memberikan mereka berbagai kesempatan baru.
Dalam sebuah smart nation, dibutuhkan pula smart health. Suatu bangsa tidak dapat disebut smart atau “pintar” jika warganya kerap terserang penyakit. Cuti maupun dispensasi akibat sakit akan mengurangi produktivitas.
“Produktivitas yang rendah tidak akan mampu merealisasikan konsep smart nation di suatu negara,” kata John.
Bangsa yang “pintar” juga harus memiliki smart mobility atau “mobilitas pintar” yang sejatinya meliputi jalan, rel, dan bandar udara. Melihat perkembangan pesat Grab, Uber, dan Gojek sebagai perusahaan-perusahaan terkait smart mobility, infrastruktur dasar menjadi teramat penting.
Kebangkitan smart technology atau “teknologi pintar”, smart education atau “pendidikan pintar”, dan smart transportation atau “transportasi pintar” pada akhirnya akan berinteraksi dengan pilar lainnya, yakni smart finance atau “keuangan pintar”.
Sebuah smart nation memerlukan orang-orang yang tahu cara memahami, menggunakan, dan mengaplikasikan perbankan pribadi.
Banyak universitas tidak memiliki mata kuliah terkait personal finance atau keuangan pribadi.
“Hal itu sangat disayangkan mengingat keuangan tidak hanya berkaitan dengan pekerjaan di perusahan finansial, namun juga berguna untuk pengaturan keuangan pribadi,” sambungnya.