Migrant Care Sesalkan KPU-Bawaslu Soal Hantu Gentayangan di Malaysia
jpnn.com - JAKARTA - Polemik soal pemilihan lewat dropbox dan kotak pos masih sengit. Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pun dinilai terlalu lamban untuk mencegah 'hantu-hantu bergentayangan' di Malaysia, yang mampu memberikan suara di pemilihan umum melalui format dropbox dan kotak pos tersebut.
Padahal, 'hantu-hantu' itu sudah ada sejak 2009 lalu. Hal tersebut disampaikan Wahyu Susilo dari Migrant Care, menanggapi perdebatan yang muncul dalam proses rekapitulasi suara dari Penyelenggara Pemilu Luar Negeri (PPLN) di KPU.
Wahyu menjelaskan, jelang Pileg dan Pilpres 2014, pihaknya sudah membuat pernyataan yang menegaskan bahwa apabila dropbox dan pos masih ada, maka potensi kecurangan pasti tinggi.
"Dan itu terbukti sekarang. Dengan kondisi seperti ini, banyak hantu yang mencoblos. Sudah sejak awal kami bilang ada banyak hantu di Malaysia. Di satu sisi kita gembira partisipasi publik meningkat, tapi kecurangan juga meningkat. Ini yang menodai partisipasi ini," kata Wahyu di Jakarta, Jumat (18/7).
"Saran kami, mekanisme dropbox dan pos dihilangkan saja. Terkecuali pengawasan dan transparansinya jelas, walau sampai sekarang itu tak bisa dijamin."
Wahyu lalu menjelaskan bahwa pihaknya sudah memantau kejanggalan pemilihan via dropbox dan kotak pos sejak lima tahun lalu, tepatnya di Pileg 2009. Saat itu, ada seorang caleg partai yang kini jadi bagian dari koalisi parpol pengusung Prabowo-Hatta, berinisial F, yang lolos ke DPR karena didukung oleh suara 35 ribu pekerja pabrik.
"Calon itu bisa lolos menjadi anggota DPR karena hanya satu pabrik yang jumlah pekerjanya 35 ribu orang. Itu pabrik di Malaysia. Pekerja di satu pabrik itu menyoblos satu orang itu saja," jelas Wahyu.
Setelah ditelusuri, seluruh suara dari pekerja Indonesia di pabrik itu masuk ke KPU melalui dropbox, kata Wahyu.